AFP/Ian Kington |
Suatu ketika, saat Chelsea menghadapi Barcelona di perdelapanfinal Liga Champions musim 2004/2005, Mourinho pernah berucap dengan santai setelah pertandingan, "Kami menang ketika 11 lawan 11." Ucapan yang artinya bisa banyak.
Pada laga itu, Chelsea memang kalah 1-2 setelah unggul lebih dulu lewat gol bunuh diri Juliano Belletti. Namun, Barca membalikkan keadaan lewat gol Maxi Lopez dan Samuel Eto'o. Yang jadi titik fokus Mourinho adalah kedua gol Barca tersebut (yang tercipta pada menit ke-67 dan 73) tercipta setelah Didier Drogba mendapatkan kartu merah pada menit ke-56.
Dengan kata lain, Mourinho ingin menunjukkan bahwa sebenarnya secara kualitas timnya tidak kalah. Kalaupun ada makna sampingan, bisa jadi Mourinho ingin bilang bahwa Barca tidak bisa menang jika tidak ada kartu merah. Terbukti, pada pertemuan kedua di Stamford Bridge, Chelsea menang 4-2.
Mourinho memang seperti itu. Dia punya pola pemikiran yang agak liat dan biasanya berbeda dengan persepsi orang kebanyakan. Yang diucapkannya memang tidak salah, dia hanya sedikit menggeser sudut pandangnya saja. Ini yang kemudian membuat Mourinho memecah opini banyak orang.
Tidak sedikit yang mengagung-agungkannya karena kejeniusannya berolah kata dan meracik taktik, tapi tidak sedikit juga yang menyebutnya negatif, sinis, dan picik. Dengan memecah opini terhadap dirinya, Mourinho sudah sukses memanipulasi banyak benak.
Ini membuat gerak-gerik Mourinho dan taktik yang akan dia terapkan di lapangan terkadang sulit untuk dibaca.
Ambil contoh ketika Eden Hazard dipuji-puji banyak orang sebagai salah satu pemain terbaik di Premier League musim lalu. Mourinho, di sisi lain malah kecewa. Dia menyebut bahwa Hazard kurang banyak berkorban untuk tim. Namun demikian, dia menyebut Hazard tetaplah sosok penting untuk Chelsea dan tidak akan menjualnya.
Mourinho memang tidak pernah peduli dengan pendapat kebanyakan. Ketika Brendan Rodgers kesal lantaran Liverpool dikalahkan Chelsea di Anfield musim lalu, dia menyebut bahwa Mourinho dan Chelsea telah memarkir dua bus di pertahanan. Mourinho, tentunya, sebodo amat. Dia dengan bersemangat menunjuk-nunjuk ke arah fans Chelsea di tribun, merayakan gol dengan gegap gempita, ketika akhirnya Chelsea unggul.
Salah satu yang menarik dari pertandingan tersebut adalah Mourinho tidak hanya mempersiapkan timnya dengan taktik defensif, tetapi juga membakar mental pemain-pemainnya dengan ucapan di ruang ganti.
"Saya bilang kepada mereka, kita tidak datang ke sini untuk jadi badut sirkus." Dan begitulah, Chelsea akhirnya menang.
Di atas lapangan, taktik Mourinho pun terkadang bisa sama sulit untuk ditebak. Ketika musim lalu dia sempat memasang Ramires, Oscar, Willian, plus Nemanja Matic dan John Obi Mikel di belakangnya pada starting XI, banyak yang menilai bahwa Mourinho akan bermain defensif. Tapi, nyatanya tidak.
"Saya bisa memasang lima sampai enam pemain bertipe bertahan, tapi tetap tampil menyerang," ujarnya.
Memang, taktik milik Mourinho tidak hanya berpatok pada posisi pemain. Sebagai orang yang piawai dalam mikro-taktik, tiap pemain yang dimainkannya di atas lapangan biasanya sudah punya role (tugas) masing-masing. Dan biasanya role itu diberikan dengan amat detil. Mourinho tidak punya filosofi ajeg bagaimana sebuah tim harus bertahan.
Seperti yang pernah diutarakan oleh manajer Manchester United, Louis van Gaal, filosofi Mourinho adalah untuk menang. Oleh karenanya, dia akan melakukan adaptasi sedemikian rupa tergantung lawan yang dihadapi asalkan timnya bisa meraih kemenangan.
Akhir pekan kemarin, ketika Chelsea menghadapi Crystal Palace, banyak yang mengira Mourinho mengoperasikan Oscar sebagai seorang "nomor 10" yang bermain di belakang penyerang. Nyatanya tidak demikian. Oscar dimainkannya lebih mundur ke belakang untuk berduet dengan Nemanja Matic dan mengatur permainan dari kedalaman.
Mourinho tahu bahwa Palace akan melakukan man-marking terhadap Cesc Fabregas --yang biasa berduet dengan Matic di lini tengah Chelsea-- habis-habisan, dan dia tidak salah. Manajer Palace, Neil Warnock, mengutus James McArthur untuk melakukan penjagaan satu lawan satu dengan Fabregas. Tapi, bukannya Chelsea dan Fabregas yang mati kutu, malah Palace yang terpedaya.
Tahu McArthur melakukan penjagaan satu lawan satu, Fabregas malah bergerak menjauh dari lini tengah. Dengan demikian McArthur juga bergerak menjauh dan Oscar punya ruang lapang di lini tengah untuk dia eksploitasi.
Musim lalu, ketika menghadapi United di Old Trafford, Mourinho memasang Andre Schuerrle sebagai penyerang tunggal, meski pada kenyataannya dia masih memiliki Romelu Lukaku dan Fernando Torres. Banyak yang mengira Mourinho menerapkan role "false nine" kepada Schuerrle. Tapi, nyatanya tidak. Schuerrle tidak bergerak mundur untuk memancing bek keluar, dia tetap berada di depan sebagai penyerang. Dengan demikian, jelas bahwa role Schuerrle pada laga itu memang sebagai penyerang.
Masih jadi misteri mengapa Mourinho memasang Schuerrle sebagai penyerang
tunggal pada waktu itu. Salah satu argumen yang populer menyebut,
Mourinho tidak puas dengan stok penyerang yang dimilikinya. Mengingat
ketika itu Chelsea gencar dikabarkan meminati Wayne Rooney, Mourinho
seolah-olah mengatakan kepada para petinggi Chelsea bahwa dia tidak
punya pilihan lain. Untuk Rooney, ketika itu, Mourinho seolah-olah
mengatakan, "Kalau kau bergabung, sudah pasti satu slot di depan itu
jadi milikmu."
Tapi, kini Mourinho sudah tak lagi dikait-kaitkan dengan Rooney. Dengan adanya Diego Costa di lini depan, dan melihat betapa suburnya dia di awal musim ini, Mourinho sudah tidak komplain lagi soal stok penyerang yang dimilikinya. Masalahnya, Costa kini cedera dan cadangannya, Loic Remy, juga demikian. Untuk laga melawan United pada hari Minggu (26/10) nanti, Mourinho hanya tinggal memiliki Didier Drogba.
Di satu sisi, ini terlihat seperti keuntungan untuk United. Namun, ingat, United akan menghadapi Mourinho. Siapa tahu, dia punya rencana tersembunyi.
====
sumber | digali.blogspot.com
Di atas lapangan, taktik Mourinho pun terkadang bisa sama sulit untuk ditebak. Ketika musim lalu dia sempat memasang Ramires, Oscar, Willian, plus Nemanja Matic dan John Obi Mikel di belakangnya pada starting XI, banyak yang menilai bahwa Mourinho akan bermain defensif. Tapi, nyatanya tidak.
"Saya bisa memasang lima sampai enam pemain bertipe bertahan, tapi tetap tampil menyerang," ujarnya.
Memang, taktik milik Mourinho tidak hanya berpatok pada posisi pemain. Sebagai orang yang piawai dalam mikro-taktik, tiap pemain yang dimainkannya di atas lapangan biasanya sudah punya role (tugas) masing-masing. Dan biasanya role itu diberikan dengan amat detil. Mourinho tidak punya filosofi ajeg bagaimana sebuah tim harus bertahan.
Seperti yang pernah diutarakan oleh manajer Manchester United, Louis van Gaal, filosofi Mourinho adalah untuk menang. Oleh karenanya, dia akan melakukan adaptasi sedemikian rupa tergantung lawan yang dihadapi asalkan timnya bisa meraih kemenangan.
Akhir pekan kemarin, ketika Chelsea menghadapi Crystal Palace, banyak yang mengira Mourinho mengoperasikan Oscar sebagai seorang "nomor 10" yang bermain di belakang penyerang. Nyatanya tidak demikian. Oscar dimainkannya lebih mundur ke belakang untuk berduet dengan Nemanja Matic dan mengatur permainan dari kedalaman.
Mourinho tahu bahwa Palace akan melakukan man-marking terhadap Cesc Fabregas --yang biasa berduet dengan Matic di lini tengah Chelsea-- habis-habisan, dan dia tidak salah. Manajer Palace, Neil Warnock, mengutus James McArthur untuk melakukan penjagaan satu lawan satu dengan Fabregas. Tapi, bukannya Chelsea dan Fabregas yang mati kutu, malah Palace yang terpedaya.
Tahu McArthur melakukan penjagaan satu lawan satu, Fabregas malah bergerak menjauh dari lini tengah. Dengan demikian McArthur juga bergerak menjauh dan Oscar punya ruang lapang di lini tengah untuk dia eksploitasi.
Musim lalu, ketika menghadapi United di Old Trafford, Mourinho memasang Andre Schuerrle sebagai penyerang tunggal, meski pada kenyataannya dia masih memiliki Romelu Lukaku dan Fernando Torres. Banyak yang mengira Mourinho menerapkan role "false nine" kepada Schuerrle. Tapi, nyatanya tidak. Schuerrle tidak bergerak mundur untuk memancing bek keluar, dia tetap berada di depan sebagai penyerang. Dengan demikian, jelas bahwa role Schuerrle pada laga itu memang sebagai penyerang.
Tapi, kini Mourinho sudah tak lagi dikait-kaitkan dengan Rooney. Dengan adanya Diego Costa di lini depan, dan melihat betapa suburnya dia di awal musim ini, Mourinho sudah tidak komplain lagi soal stok penyerang yang dimilikinya. Masalahnya, Costa kini cedera dan cadangannya, Loic Remy, juga demikian. Untuk laga melawan United pada hari Minggu (26/10) nanti, Mourinho hanya tinggal memiliki Didier Drogba.
Di satu sisi, ini terlihat seperti keuntungan untuk United. Namun, ingat, United akan menghadapi Mourinho. Siapa tahu, dia punya rencana tersembunyi.
====
sumber | digali.blogspot.com
No comments:
Post a Comment