Kader PDIP Tak Percaya Jokowi Bersih

icon18_edit_allbkg


Slogan pasangan nomor dua, Jokowi-JK tentang jujur, bersih, sederhana dan merakyat digugat kader PDIP. Alasannya, Jokowi meninggalkan jejak hitam saat meninggalkan Solo.

Kader PDIP asal Jawa Tengah, Pupung Suharis, protes atas slogan politik Jokowi yang mengklaim jujur dan bersih.

"Tentang slogan politik Jokowi bersih dan jujur, apa benar begitu. Saya kok belum percaya karena ada beberapa pertanyaan yang masih mengganjal di hati saya," ungkap Pupung kepada INILAHCOM, Senin (23/6/2014).

Selanjutnya, mantan anggota DPR asal PDIP periode 2004-2009 itu, mempertanyakan beberapa kasus yang diduga kuat ada pelanggaran aturan perundang-undangan yang terjadi saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo 2005-2011.

Semisal, pelepasan aset Pemkot Solo berupa bangunan Hotel Maliyawan yang dilakukan tanpa persetujuan DPRD Solo. "Selain pelanggaran aturan, ada dugaan suap dalam prosesnya. Kita minta KPK menelusuri dugaan ini," ungkap Pupung.

Beberapa aturan yang ditabrak, menurut Pupung, terkait PP 38/2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Negara, UU No 22/1999 tentang Pemda, UU No 32/2004 tentang Otda yang diubah UU Nomor 12 Tahun 2008, PP No 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Perda No 8/2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Padahal, lanjut Pupung, DPRD Solo telah menyetujui anggaran Rp4 miliar untuk membeli tanah yang ditempati Hotel Maliyawan. Tanah tersebut adalah milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

"Dugaan pelanggaran lainnya adalah nota kesepakatan antara Pemkot Solo dengan DPRD Kota, No 910/3.314 dan No 910/1/617 tentang Kebijakan Umum Perubahan APBD Solo," paparnya.
Soal dana hibah KONI Solo, lanjut Pupung, juga mengandung keganjilan. Pada 2008, DPRD Solo dan Pemkot Solo menyetujui bantuan anggaran pembinaan dan bonus atlet berprestasi dari alokasi dana hibah sebesar Rp 11,3 miliar, dimasukkan dalam APBD 2009.

Sebelumnya, Persatuan Sepak Bola Indonesia Solo (Persis) pernah mengajukan dana batuan ke Pemkot namun ditolak karena menyalahi undang-undang.

Masalah muncul karena KONI Solo hanya menerima dana hibah Rp6,3 miliar. Artinya ada Rp5 miliar yang tak jelas larinya. Pihak KONI Solo, pernah menanyakan kekurangan Rp 5 miliar kepada wali kota Solo Jokowi.

"Kemana larinya uang Rp5 miliar itu. Apa benar dialokasikan untuk Persis Solo. Kalau benar, itu melanggar undang-undang karena tanpa persetujuan DPRD dan Mendagri. Dan, APBD tidak boleh dihibahkan untuk cabang olah raga termasuk sepak bola," ungkapnya.

Anehnya lagi, lanjut Pupung, laporan keuangan Persis Solo 2009, tidak menyebutkan adanya penerimaan dana Rp5 miliar. "Ini kan lucu, dana Rp5 miliar kan besar, mosok nggak ada yang tahu. Saya pikir, KPK perlu bergerak," tuturnya.

Selain itu, Pupung juga mempertanyakan sejumlah kasus dugaan korupsi yang terjadi di era wali kota Jokowi. Mulai soal dugaan mark up dana bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS) Rp23 miliar, proyek videotron Manahan Solo, sampai korupsi korupsi pengadaan Bus Trans Jakarta reguler dan non reguler yang ditangani Kejaksaan Agung.

"Sebagai Gubernur DKI, Jokowi harus dimintai keterangan oleh kejagung, terkait korupsi Trans Jakarta. Apalagi ada nama Michael Bimo Putranto, bekas anggota DPRD Solo dari PDIP. Kita tahulah sepak terjangnya," tambahnya. [ton]


.com/blogger_img_proxy/
sumber | digali.blogspot.com




backtotop