Kisah Bangkrutnya Negeri Evita Peron, NEGRI nya MARADONA dan MESSI

icon18_edit_allbkg

Argentina adalah potret negara berkembang yang masih bergantung dengan utang. Seperti Indonesia, pemerintah Argentina beberapa kali harus melewati krisis keuangan. Krisis keuangannya selalu dipicu oleh utang yang gagal dibayar alias default.

Dalam 13 tahun terakhir, Argentina dua kali mengalami gagal bayar (default), pertama pada tahun 2001 dan sekarang Juli 2014. Tapi berbeda dengan gagal bayar pertama, kali ini pemerintah Argentina berani melawan. Argentina tak sudi diperas kreditor yang ternyata isinya adalah korporasi-korporasi rakus.

.com/blogger_img_proxy/

Apa dampak gagal bayar Argentina kepada ekonomi global? Adakah pengaruhnya ke Indonesia? Berikut liputan khusus yang dipublikasikan Senin (11/8/2014):
Negeri Rakus Vs Korporasi Rakus

Berjuang sampai titik darah penghabisan. Kalimat tersebut pantas untuk disematkan ke Argentina. Negara Evita Peron tersebut tak mau begitu saja tunduk oleh kemauan sebagian kecil investor yang mendekap surat utang yang mereka terbitkan sebelum tahun 2001 lalu.

Kamis, (7/8/2014), Pemerintah Argentina melayangkan surat kepada Pengadilan Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)  di Den Haag, Belanda, untuk melakukan peninjauan atas keputusan  gagal bayar (default) yang diketuk oleh Hakim Thomas P. Griesa, di pengadilan New York, Amerika Serikat (AS).

Menengok ke belakang, kasus gagal bayar yang terjadi di Argentina ini sebenarnya bukan hal yang baru. 13 tahun lalu atau pada 2001, Argentina juga pernah gagal bayar atas bunga obligasi yang mereka terbitkan.

Di tahun itu, Argentina memang sedang dirundung krisis finansial. Beberapa kejadian di dalam negeri maupun luar negeri menjadi pemicu krisis tersebut.

Dari dalam negeri, korupsi sudah merasuk ke semua lini pemerintahan sehingga membuat anggaran pemerintahan tidak efisien.

Di periode tahun 90-an, tak hanya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah di Argentina sangat getol mengeluarkan surat utang dalam bentuk dolar AS. Namun sayangnya, dana hasil penerbitan obligasi tersebut tidak digunakan untuk pembangunan, namun justru dikorupsi.

Penyebab dari luar negeri adalah pengaruh krisis 1998. Akibat krisis tersebut, permintaan dunia terutama Eropa akan hasil komoditas dari Argentina turun drastis. Perekonomian negara itupun kemudian jatuh.

Pada saat kejatuhan itu, beberapa perusahaan pengelola dana (hedge fund) berspekulasi dengan membeli surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Argentina di pasar sekunder.

.com/blogger_img_proxy/

“Soalnya harganya murah, diskonnya 70 hingga 80 persen. Semula harganya 100 sen, turun ke arah 30 sen bahkan 20 sen,” jelas Fauzi Ichsan, Ekonom Senior Standard Chartered Bank Indonesia kepada Liputan6.com.
Nah, di 2001, Pemerintah Argentina pun tak bisa membayar bunga obligasi yang mereka terbitkan. Predikat gagal bayar pun langsung disematkan kepada Argentina.

Berbagai langkah restrukturisasi pun dilakukan oleh Argentina. Tercatat, pada 2005 dan 2010 negara tersebut mengumpulkan para kreditornya untuk membahas restrukturisasi utang yang nilainya mencapai US$ 100 miliar tersebut.

Sebagian besar kreditor setuju untuk menerima skema restrukturisasi yang ditawarkan oleh Argentina. Dalam kasus tersebut, Argentina berhasil melakukan restrukturisasi utang dengan diskonto utang sebesar 70 persen. Artinya, utang Argentina hanya tersisa kurang lebih sebesar US$ 30 miliar.

Para investor yang bersedia menukar kesepakatan obligasinya dengan yang baru kemudian dikenal sebagai `exchange bond holders`.

Tak Ingin kehilangan investasi

Tapi memang, tak semua investor menyetujuinya. Dua perusahaan pengelola dana yaitu NML Capital, anak usaha Elliot Management dan Aurelius Capital menolak kesepakatan tersebut. Namun Argentina tetap berkeras dengan rencana restrukturisasi tersebut.

Karena tak ada jalan tengah, NML Capital dan Aurelius Capital pun menyeret Argentina ke pengadilan New York, AS, karena memang obligasi yang diterbitkan oleh Argentina terdaftar di New York. Setelah dihantam sejumlah gugatan dan melewati serangkaian persidangan, Argentina tetap dinyatakan kalah.

Alhasil, Argentina harus memenuhi gugatan dua hedge fund tersebut untuk membayar seluruh utang beserta bunga yang ditentukan sepihak tanpa potongan sedikitpun. Argentina memiliki batas waktu hingga 30 Juni 2014 untuk membayar seluruh utangnya.

Sebelumnya, Argentina mengaku telah menyetorkan sejumlah dana ke Bank of New York Mellon, bank yang menjadi wali amanat obligasi yang diterbitkan Argentina. Namun, Hakim New York, AS, Thomas Griesa menjatuhkan putusan bahwa para kreditor yang tidak sepakat dengan pembaruan utang Argentina berhak menerima pembayaran secara penuh.

Griesa memutuskan, Argentina harus membayar utang sebesar US$ 1,33 miliar pada NML Capital dan sebagian kecil kreditor lain. Jumlah tersebut belum termasuk bunga yang harus dilunasi. Tak hanya itu, Griesa bahkan meminta Argentina juga melunasi utangnya pada para `exchange bondholders`.

Keputusan tersebut memaksa Argentina melakukan tindakan pembayaran utang secara penuh yang selama ini sangat dibenci dan dihindarinya. Begitulah akhirnya Argentina dan para kreditor menemui jalan buntu.

Memang ada tenggang waktu 30 hari yang diberikan agar Argentina dapat mematuhi putusan tersebut pada 30 Juli 2014, tepatnya pekan lalu. Usai menjalani negosiasi selama dua hari paska jatuh tempo pembayaran utang, Argentina dan para kreditor tetap tidak menghasilkan kesepakatan apapun.

.com/blogger_img_proxy/

Menteri Perekonomian Argentina, Axel Kicillof pun mengecam aksi para kreditor pada negaranya dan menjulukinya `burung pemakan bangkai` karena keserakahan dan kelicikannya mencengkeram Argentina. Dengan tegas, Kicillof mengatakan, negaranya tidak sedang mengalami gagal bayar.

Bahkan dia mengecam seluruh putusan persidangan jika ada satu saja pemilik obligasi yang menuntut uangnya kembali secara utuh.




backtotop