Quote:Di Jakarta, masalah anak-anak jalanan telah memusingkan pemerintah provinsi maupun pemerintah kota. Anak-anak jalanan tersebut selain menimbulkan pemandangan yang kurang sedap karena berkeliaran di pinggir jalan protokol, terutama di lampu merah, juga aktivitas mereka sebagai pedagang asongan, pengamen, membersihkan kaca mobil, dan pengemis, bagi banyak pihak, khususnya pengemudi kendaraan, dirasakan cukup mengganggu.
Pemerintah DKI Jakarta sebenarnya tidak tinggal diam. Telah banyak upaya yang dilakukan mulai dari mengumpulkan mereka di rumah singgah, mendidik dan membina, sampai kepada memulangkan mereka ke tempat asar. Tetapi, jumlah anak jalanan tetap saja tidak berkurang dan aktivitas mereka tidak terhenti. Pertanyaan yang muncul adalah apa penyebab kegagalan program-program penanggulangan anak-anak jalanan tersebut? Ada banyak alternatif jawaban. Tetapi uraian ini hanya melihatnya dari sudut pandang ekonomi.
Nah, disini Ilmu Ekonomi turun tangan gan
Quote: Untuk memperjelas pembahasan, kota fokuskan pembahasan pada kegagalan program penyekolahan anak-anak jalanan. Kegagalan tersebut membawa kepada pertanyaan. "Mengapa anak-anak jalan enggan bersekolah?". Dari sudut pendang ilmu ekonomi, jawabannya sangat jelas, yaitu biaya ekonomi dari bersekolah bagi anak-anak jalanan adalah sangat besar. Biaya ekonomi yang relevan bagi anak-anak jalanalan adalah sangat besar. Biaya ekonomi yang relevan bagi anak-anak jalanan dalam memutuskan untuk bersekolah atau tidak bersekolah adalah pendapatan yang dikorbankan jika mereka bersekolah.
Quote:
Anggaplah pendapatan bersih anak-anak tersebut dalam sehari minimal RP10.000,00.
Dengan demikian bila anak-anak itu bersekolah, maka pendapatan yang dikorbankan per hari adalah Rp10.000,00.
kalau hari sekolah per minggu adalah enam hari, berarti pendapatan yang dikorbankan adalah Rp60.000,00.
Dalam sebulan pendapatan yang dikorbankan Rp240.000,00.
Maka untuk sampai tamat Sekolah Dasar (SD) sajah, dengan anggapan tidak pernah tinggal kelas, pendapatan yang dikorbankan selama 6 tahun atau 72 bulan adalah Rp17.280.000,00.
Dengan demikian biaya ekonomi dari bersekolah sampai tamat SD saja melebihi Rp17 juta.
Selain pendapatan yang dikorbankan sangat besar, prospek penghasilan bagi anak-anak jalanan jika hanya mengandalkan ijazah SD saja sangat kecil. Penghasilan yang diperoleh dari bekerja dengan mengandalkan ijazah SD terlalu kecil dibanding penghasilan yang harus dikorbanka (opportunity cost) untuk mendapatkan ijazah tersebut.
Sumber : Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, 2008, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi), Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.
sumber | digali.blogspot.com