Perang yang kerap disebut perang Mu’tah ini terjadi pada tanggal 5
Jumadil Awal tahun 8 H atau tahun 629 M, pasukan aliansi antara kaum
Nashara Romawi dan Nashara Arab sekitar dataran Syam, jajahan Romawi.
Pasukan yang super besar tersebut merupakan pasukan aliansi antara kaum
Nashara Romawi dan Nashara Arab sekitar dataran Syam, jajahan Romawi.
Pecahnya Perang Mu’tah terjadi katika Nabi Muhammad SAW
mengirim utusan bernama al-Harits bin Umair al-‘Azdi ke penguasa
Bashra (Romawi Timur) bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yg baru
diangkat oleh Kekaisaran Romawi. Baru sampai di tengah perjalanan,
utusan tersebut dicegat dan ditangkap penguasa setempat bernama
Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani, pemimpin dari bani Gasshaniyah (daerah
jajahan romawi) dan dibawa ke hadapan kaisar Romawi Heraclius.
Naas, kekejaman pemimpin bani Gasshaniyah ini tega memenggal kepalanya.
Pada tahun yang sama juga, 15 orang utusan Rasulullah dibunuh di Dhat al
Talh daerah disekitar negeri Syam (Irak). Padahal, sebelum-sebelumnya
kejadian ini tidak pernah terjadi.
Pembunuhan tersebut dianggap sebagai pelecehan dan menyalahi aturan
politik dunia. Membunuh utusan, berbarti sama saja mengajak untuk
berperang. Mendengar utusannya dibunuh, Rasulullah merasa sedih dan
marah.
Ia kemudian mengutus sebanyak 3000 orang untuk berangkat ke daerah Syam,
sebuah pasukan terbesar yang dimiliki kaum muslim setelah perang Ahzab.
Rasulullah SAW sadar bahwa melawan penguasa Bushra berarti juga melawan
pasukan Romawi yang juga pasukan terbesar dan adidaya di muka bumi kala
itu. Namun ini harus dilakukan karena bisa saja suatu saat pasukan lawan
akan menyerang Madinah. Kelak pertempuran ini adalah awal dari
pertempuran Arab – Byzantium.
Perang ini merupakan kali pertama Rasulullah SAW mengangkat tiga
panglima sekaligus, YAKNI Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib,
Abdullah bin Rawahah Ia mengetahui betul bagaimana kekuatan militer
Romawi yang tak tertandingi pada waktu itu. Ketika pasukan ini berangkat
Khalid bin al-Walid secara sukarela juga ikut menggabungkan diri.
Dengan keikhlasan dan kesanggupannya dalam perang hendak memperlihatkan
itikad baiknya sebagai orang Islam.
Saat bernagkat berjihad ke jalan Allah, sanak saudara kemudian
beramai-ramai mengucapkan selamat jalan kepada komandan-komandan beserta
pasukannya itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga turut
mengantarkan mereka sampai ke Tsaniatul Wada’, diluar kota Madinah
dengan memberikan pesan kepada mereka: Jangan membunuh wanita, bayi,
orang-orang buta atau anak-anak, jangan menghancurkan rumah-rumah atau
menebangi pohon-pohon.
Musuh ternyata mendengar tentang keberangkatan mereka. Kaum Romawi dan
sekutunya kemudian mempersiapkan pasukan super besar untuk menghadapi
kekuatan kaum Muslimin.
Sebanyak 100 ribu pasukan tentara Romawi dikerahka oleh Kaisar
Heraclius. Jumlah yang sama juga dikerahkan oleh Syurahbil bin ‘Amr
sehingga gabungan keduanya menjadi 200 ribu orang.
Kaum Muslimin awalnya kecut mendengar jumlah kekuatan musuh ini. Bahkan
perjalanan sempat terhenti selama dua malam. Namun semangat Abdullah bin
Rawahah ternyata mampu mengobarkan kembali semangat pasukan Muslimin.
Majulah! Hanya ada salah satu dari dua kebaikan; menang atau gugur
(syahid) di medan perang.” Lalu mereka mengatakan, “ Demi Allah, Ibnu
Rawahah berkata benar.”
Saat peperangan terjadi, pasukan Islam dipimpin Zaid bin Haritsah yang
dengan gagah berani dengan bendera di tangannya. Namun Allah mencintai
Zaid dan mengambilnya lewat sebuah tombak Romawi menancap di tubuhnya.
Sesaat kemudian, Ja’far bin Abu Thalib segera mengambil alih pasukan.
Beliau maju ke tengah-tengah barisan musuh sambil mengibaskan pedang
kiri dan kanan memukul rubuh setiap musuh yang mendekat kepadanya sampai
akhirnya, pasukan musuh dapat mengepung dan mengeroyoknya. Ja’far
berputar-putar mengayunkan pedang di tengah-tengah musuh yang
mengepungnya.
Dia mengamuk menyerang musuh ke kanan dan kiri dengan hebat sambil
bersenandung: Wahai … surga nan nikmat sudah mendekat Minuman segar,
tercium harum Tetapi engkau Rum … Rum…. Menghampiri siksa Di malam gelap
gulita, jauh dari keluarga Tugasku … menggempurmu .. Sampai suatu
ketika, ada seorang pasukan Romawi yang menebas tangan kanannya hingga
putus. Darah suci pahlawan Islam tertumpah ke bumi. Lalu bendera
dipegang tangan kirinya. Rupanya pasukan Romawi tidak rela bendera itu
tetap berkibar. Tangan kirinya pun ditebas hingga putus. Kini ia
kehilangan dua tangannya. Yang tersisa hanyalah sedikit lengan bagian
atas. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tidak surut, Ja’far tetap
berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau
gugur oleh senjata lawan. Ada diantara mereka yang menyerang Ja’far dan
membelah tubuhnya menjadi dua.
Berdasarkan keterangan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, salah seorang saksi
mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di
bagian tubuh depan beliau akibat tusukan pedang dan anak panah.
Pasukan kemudian diambil alih oleh Ibnu Rawahah. Ia menerjang lawannya
dari muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan
perduli. Sekarang setelah menjadi panglima seluruh pasukan yang akan
dimintai tanggung jawabnya atas hidup mati pasukannya, setelah terlihat
kehebatan tentara romawi seketika seolah terlintas rasa kecut dan
ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap, kemudian ia
membangkitkan seluruh semangat dan kekutannya dan melenyapkan semua
kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru: “Aku telah bersumpah wahai
diri, maju ke medan laga Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga …..
Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati Inilah
kematian sejati yang sejak lama kau nanti …….Tibalah waktunya apa yang
engkau idam-idamkan selama ini Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah
ksatria sejati ….!”(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja’far yang
telah mendahului gugur sebagai syuhada).
Para sahabat dan Rasulullah SAW tidak henti-hentinya meneteskan air mata
setalah mendengar dua pemimpin pasukannya meninggal. Tangis duka.
Tangis kehilangan. Kehilangan sahabat-sahabat terbaik. Kehilangan
pahlawan-pahlawan pemberani. Namun bersamaan dengan tangis itu juga ada
kabar gembira bagi mereka. Bahwa ketiga orang itu kini disambut para
malaikat dengan penuh hormat, dijemput para bidadari, dan mendapati
janji surga serta ridha Ilahi. Secara khusus kepada Ja’far bin Abu
Thalib yang terbelah tubuhnya, ia dijuluki dengan Ath-Thayyar
(penerbang) atau Dzul-Janahain (orang yang memiliki dua sayap) sebab
Allah menganugerahinya dua sayap di surga, dan dengan sayap itu ia bisa
terbang di surga sekehendaknya.
Pasukan Muslimin sadar, tidaklah mungkin menandingi pasukan sebesar
pasukan Romawi tanpa siasat yang jitu. Ia lalu mengatur strategi,
ditebarkan rasa takut ke diri musuh dengan selalu mengganti formasi
pasukan setiap hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan
yang dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke
kiri begitupun sebaliknya.
Tujuannya adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin mendapat
bantuan tambahan pasukan baru. Selain itu, khalid bin Walid
mengulur-ulur waktu peperangan sampai sore hari karena menurut aturan
peperangan pada waktu itu, peperangan tidak boleh dilakukan pada malam
hari. Khalid memerintahkan beberapa kelompok prajurit kaum muslimin pada
pagi harinya agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang
dengan menarik pelepah-pelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat
seperti pasukan bantuan yang datang dengan membuat debu-debu
berterbangan.
Pasukan musuh yang menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan
muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa
kemarin dengan 3000 orang pasukan saja merasa kewalahan, apalagi jika
datang pasukan bantuan. Karena itu, pasukan musuh merasa takut dan
akhirnya mengundurkan diri dari medan pertempuran.
Dengan kemunduran ini, berarti kemenangan untuk pasukan Muslimin. Korban
dari pihak muslim hanya 12 orang (al-Bidayah wan Nihayah (4/214)),
sedangkan pasukan Romawi tercatat sekitar 20.000 orang.
Sobat, mereka berjuang dengan demikian keras. Lalu bagaimana dengan
kita? Saudara-saudara kita di Palestina, Suriah, Irak masih terbelenggu
dengan tangan-tangan jahat dan rindu akan jihad kita? Masih pantas kah
kita berpesta pora disini, sementara umat muslimin dibelahan dunia sana
menangis?
sumber | digali.blogspot.com