Profesor riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti menilai Prabowo Subianto dan Joko Widodo memiliki karakter berbeda di bidang pertahanan dan politik luar negeri.
Apabila terjadi konflik, Ikrar memprediksi Joko Widodo akan menyelesaikannya dengan cara-cara diplomasi dan pendekatan antarpemerintah atau antarpersonal. Jika RI berseteru dengan Australia misalnya, ujar Ikrar, Joko Widodo akan melobi orang Australia yang memiliki kepentingan di Indonesia.
“Kalau diibaratkan, Joko Widodo itu seperti burung merpati yang mengutamakan perdamaian dan diplomasi,” kata Ikrar dalam diskusi bertajuk ‘Capres yang Solutif dan Implementatif di Bidang Pertahanan, Keamanan, dan Politik Luar Negeri’ di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis 26 Juni 2014.
Sementara Prabowo dianggap akan bersikap lebih tegas apabila Indonesia terlibat konflik dengan negara lain. Anggapan ini dipengaruhi latar belakang Prabowo sebagai prajurit yang sudah tidak asing lagi dengan dunia militer.
“Kalau Prabowo bisa diibaratkan sebagai burung elang yang siap menerkam siapa saja yang dianggap membahayakan dan mengganggu,” tutur Ikrar.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam debat capres tahap ketiga yang berlangsung Minggu, 22 Juni 2014, Joko Widodo menekankan pentingnya diplomasi dalam menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan negara lain.
“Kalau ada benturan, ada dinamika, cari jalan keluar tanpa melalui perang. Tapi lewat diplomasi, dialog. Diplomasi ini harus dikerjakan lebih dulu, seintensif mungkin, sebisa-bisanya, sehingga apa yang jadi kepentingan nasional tidak terganggu karena benturan dengan negara lain,” kata Joko Widodo.
“Persoalan tapal batas, pencari suaka, semua akan kami lakukan lewat diplomasi tanpa berpikiran untuk mengedepankan senjata atau perang,” kata capres nomor urut 2 itu.
Sementara Prabowo menyatakan akan meneruskan kebijakan politik luar negeri era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang ia nilai sudah cukup baik.
“Politik luar negeri di bawah pemerintahan SBY dengan kebijakan 100 kawan terlalu sedikit dan 1 lawan terlalu banyak, kita pertahankan, kalau bisa kita tingkatkan. stabilitas dan perdamaian untuk Indonesia,” kata mantan Danjen Kopassus itu.