Perkembangan ekonomi yang begitu pesat di Tiongkok berhasil mendorong kesejahteraan rakyatnya. Rakyat kelas menengah ke atas kini diklaim mendominasi strata masyarakat Negeri Tirai Bambu tersebut.
Namun pertumbuhan ekonomi tak selamanya selalu berdampak positif. Untuk Tiongkok, dampak negatif dari berkembangnya perekonomian adalah membludaknya produksi sampah elektronik (e-waste). Laman Business Insider menyatakan bahwa Tiongkok saat ini adalah negara kedua dengan jumlah sampah elektronik terbesar di dunia.
Setiap tahunnya, masyarakat Tiongkok membuang sekitar 100 juta komputer, 40 juta televisi, 20 juta AC, dan 10 juta lemari es. Lalu mereka akan segera membeli perangkat-perangkat yang lebih baru untuk menggantikannya.
Sebuah desa bernama Dongxiaokou yang terletak di Beijing adalah wilayah pedesaan yang dipilih pemerintah Tiongkok sebagai tempat pembuangan akhir sampah-sampah elektronik dari berbagai penjuru negeri.
Kehidupan perekonomian warga di Dongxiaokou pun tak pernah jauh dari sampah elektronik. Sebagian besar dari mereka menjadi penadah barang-barang elektronik bekas tersebut untuk selanjutnya direkondisi atau diambil sejumlah onderdilnya untuk kembali dijual dengan harga miring.
Namun wilayah Dongxiaokou dalam beberapa waktu ke depan akan dialihfungsikan oleh pemerintah Tiongkok menjadi areal pertanian. Untuk mengabadikan saat-saat terakhir keberadaan sampah elektronik di Dongxiaokou , fotografer Reuters, Kim Kyung-Hoon, pun berinisiatif untuk mengabadikannya. (Dewi Widya Ningrum)