Inilah yang kerap dialami penderita gelatophobia atau orang-orang yang takut tertawa. Seperti halnya Drummond (bukan nama sebenarnya). Remaja 18 tahun asal Amerika ini mengaku tiap kali mendengar orang tertawa, maka ia akan langsung berpikir orang itu menertawakannya dan seketika itu juga ia langsung marah.
"Saya takkan pernah bicara atau melakukan sesuatu yang bisa membuat saya ditertawakan. Seharian saya akan bermuka datar," katanya seperti dikutip dari BBC, Senin (30/6/2014).
Sama halnya dengan Drummond, Chukar (bukan nama sebenarnya) dari Israel juga merasa malu bila mendengar orang lain tertawa. "Amarah saya langsung naik ke ubun-ubun, dan ini bisa bertahan berjam-jam, bahkan kadang berhari-hari. Tubuh saya juga sangat tegang, termasuk sakit kepala," kisahnya.
Namun pria berusia 37 tahun ini sudah menemukan cara untuk menghindari bertemu banyak orang. Antara lain dengan membaca buku dan berolahraga seorang diri. Ia pun sengaja tak memilih olahraga yang butuh lawan main.
"Tapi kalau ada orang yang benar-benar memanfaatkan saya sebagai bahan becandaan, saya akan langsung mengajak mereka berkelahi. Biasanya mereka terluka parah dan akibatnya saya dijauhi teman-teman," keluhnya.
Drummond juga jadi obyek penelitian yang dilakukan Dr Tracey Platt dari University of Zurich, Swiss. Riset tentang gelatophobia ini baru dilakukan di tahun 2008 sehingga tak banyak ilmuwan yang mengetahui apa penyebabnya
Kendala lain yang dihadapi penderita gelatophobia adalah terkait pekerjaan. Mereka jelas tak bisa berada di dalam kantor yang sibuk, apalagi bila ada rekan kerja yang tiba-tiba tertawa, sehingga tak banyak pilihan pekerjaan untuk si malang ini. Di sisi lain, bila terus dibiarkan, fobia ini mengakibatkan si penderita mudah cemas dan rendah diri, bahkan hingga depresi.
Tentu saja pengobatan atau terapi untuk gelatophobia juga terbatas. Dr Platt menduga penyebabnya mungkin bisa dirunut dari lingkungan penderita di masa kanak-kanak, bagaimana kepribadian mereka berkembang di sana, serta kehidupan sekolah maupun sosial. Pasalnya banyak penderita gelatophobia yang dilaporkan menjadi korban bullying saat masih duduk di bangku sekolah.
"Pertanyaannya, yang mana yang datang duluan, apakah karena mereka punya watak tertentu yang membuatnya jadi sensitif dan merasa selalu di-bully, atau ini berupa respons si penderita karena di-bully," tanya Dr Platt.
Di samping itu, Dr Platt percaya, fobia ini tidak tiba-tiba muncul di usia 30-an, tapi dibentuk sejak masa tertentu. Ia juga yakin gelatophobia ada kaitannya dengan sindrom Asperger.
Dari hasil riset, Dr Platt menemukan Inggris memiliki prevalensi penderita gelatophobia yang tinggi karena kebiasaan mereka menertawakan orang lain. Jumlahnya diperkirakan mencapai 13 persen. Bahkan 1 persen di antaranya mengalami ketakutan patologis ketika mendengar orang tertawa dan ini berdampak besar pada kehidupannya sehari-hari.
Dr Platt juga menemukan banyak penderita gelatophobia di Asia, di mana rasa malu dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengontrol atau mengendalikan orang lain. "Tapi Denmark paling rendah, karena mereka tidak menertawakan orang lain yang terkena musibah. Bagi mereka itu salah besar," terangnya.
sumber | digali.blogspot.com