
JELANG pelaksanaan pemilihan umum presiden (Pilpres) pada 9 Juli 2014,
kekhawatiran tumbuh besar. Kekhawatiran itu muncul karena para pendukung
masing-masing pasangan Prabowo-Hatta Radjasa dan Joko Widodo-Jusuf
Kalla menunjukkan perilaku negatif dan meresahkan.
Hal ini disampaikan oleh Nasrulloh Afandi, kader Nahdlatul Ulama (NU) di
Maroko yang juga kandidat Doktor Maqasid Syariah di Universitas
Al-Qurawiyin, Maroko. Ia mengaku prihatin dengan moralitas para
simpatisan capres-cawapres.
''Innalillahi wa Inna Ilaihi Rajiun! Berawal dari Jokowi dan Prabowo
akan bertarung di pilpres. Bangsa Indonesia sedang dilanda musibah
besar, yaitu merajalelanya kerusakan akhlak," kata Nasrulloh seperti
dilansir dari laman resmi NU, Selasa (27/5).
"Mereka menjadi saling hujat, saling hina, saling caci maki, bahkan
fitnah ditebar di sana-sini, tanpa ragu dan tanpa malu dilakukan di muka
umum, hanya karena mendukung Prabowo atau mendukung Jokowi,''
lanjutnya.
Padahal Nasrulloh mengatakan siapapun yang menang belum tentu mereka
peduli. Terutama, kata dia, melakukan balas budi kepada para
pendukungnya yang sekarang ini saling caci-maki, menghujat, fitnah
dengan sesama saudara sebangsa dan setanah air sendiri.
''Menyedihkannya lagi, musibah besar kerusakan akhlak itu seolah-olah
tidak ada beban, dianggap hal biasa, bahkan 'harus' dilakukan, dan sama
sekali tidak ada kesan dianggap bencana atau perbuatan dosa,'' kata pria
yang akrab disapa Kang Nasrul ini.
Menurutnya, ada tiga hal yang akut menjangkiti musim kampanye politik di
Indonesia, yakni ghibah (menggunjing), namimah (manuver adu domba), dan
fitnah.
''Hal ini harus menjadi perhatian serius para pemuka agama dan ulama,''
kata pria yang juga menjadi pengasuh Pondok Pesantren Asy-Syafi’iyyah
Kedungwungu, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat ini. Demikian lansir republika.co.id.