Mempelai pria, yang mengaku bernama Bagus Kodok Ibnu Sukodok (63), meresmikan hubungannya dengan pasangan yang disebut sebagai peri, yakni Peri Roro Setyowati, pada Rabu (8/10/2014). Pernikahan antara Bagus Kodok Ibnu Sukodok dan Peri Roro Setyowati yang disebut berasal dari hutan Ketonggo digelar di rumah tua milik seniman Bramantyo Prijosusilo di Desa Sekaralas, Kecamatan Widodaren, Ngawi.
Meski terbilang tidak biasa karena mempelai perempuan tidak terlihat, prosesi pernikahan digelar seperti layaknya pernikahan manusia dengan manusia. Berbagai urutan prosesi pernikahan adat Jawa digelar seperti pernikahan sewajarnya.
Acara pernikahan diawali pada Selasa (7/10/2014) malam dengan prosesi midodareni. Pada hari Rabu ini, prosesi pernikahan akan dibuka dengan siraman pada pukul 16.00, lalu dilanjutkan dengan prosesi dodol dawet (menjual dawet), atur pasrah temanten kakung dan temanten putri, lalu diakhiri dengan bedhol manten.
"Acara perkimpoian ini tidak akan menggunakan lampu listrik, tetapi oncor dan lampu sentir," ujar Bramantyo, seniman yang mengkreasi pernikahan Bagus Kodok dengan Peri Roro Setyowati, saat ditemui di lokasi, Rabu.
Happening art
Bramantyo menjelaskan, perkimpoian antara Bagus Kodok dan Peri Roro Setyowati dikemas dalam bingkai seni, yakni 'seni kejadian', yang dikolaborasikan dengan tradisi Jawa. "Ini seni kejadian atau juga dikenal sebagai happening art, kejadian yang dialami oleh Eko Kodok," ujarnya.
Seni kejadian atau juga dikenal sebagai happening art, menurut Bramantyo, memperluas kanvas atau panggung menjadi ruang dan waktu. Di ruang dan waktu tertentu, seniman menghadirkan suatu kejadian. "Kali ini kejadian yang saya hadirkan adalah sebuah perkimpoian adat Jawa, yang dihadirkan dalam suatu upacara," paparnya.
"Tidak seperti perkimpoian adat Jawa pada umumnya, prosesi ini memiliki dua keunikan; pertama, perkimpoian ini diberi status dan label sebagai sebuah 'karya seni' bahwa yang hadir dianggap sebagai peserta pencipta karya. Kedua, Bagus Kodok Ibnu Sukodok dikimpoikan dengan Peri Rara Setyowati, makhluk halus (bukan manusia)," lanjut Bram.
Bramantyo menjelaskan, selain para seniman, masyarakat, dan undangan lain, para danyang tanah Jawa akan hadir dalam prosesi pernikahan ini. Di dalam undangan dituliskan agar para tamu berpakaian layaknya orang yang datang ke pernikahan.
Sampai berita ini diturunkan, persiapan prosesi siraman masih berlangsung. Tampak beberapa warga dan tamu undangan, baik dari seniman maupun pejabat desa, mulai berdatangan dan duduk di kursi yang berada di halaman depan rumah Bramantyo Prijosusilo di Desa Sekaralas, Kecamatan Widodaren, Ngawi.
SUMBER 1
Adalah seorang pria bernama Bagus Kodok Ibnu Sukodok (63) yang pada hari
Rabu (08/10/2014) ini meresmikan hubungannya dengan "perempuan"
idamannya, yakni Peri Roro Setyowati. Pernikahan antara Bagus Kodok Ibnu
Sukodok dengan Peri Roro Setyowati dari alas Ketonggo ini digelar di
rumah tua milik seniman Bramantyo Prijosusilo, di Desa Sekaralas,
Kecamatan Widodaren, Ngawi.
Meski terbilang tidak biasa karena mempelai perempuan tidak terlihat, namun prosesi pernikahan ini digelar seperti layaknya pernikahan manusia dengan manusia. Berbagai urutan prosesi pernikahan adat Jawa digelar seperti pernikahan sewajarnya.
Acara pernikahan diawali sejak hari Selasa (07/10/2014) malam dengan prosesi midodareni. Pada hari Rabu ini prosesi pernikahan akan dibuka dengan Siraman pada pukul 16.00 Wib. Lalu dilanjutkan dengan prosesi dodol dawet (menjual dawet), atur pasrah temanten kakung dan temanten putri lalu diakhiri dengan bedhol manten.
"Acara perkimpoian ini tidak akan menggunakan lampu listrik tetapi oncor dan lampu sentir," ujar Bramantyo, seniman yang mengkreasi pernikahan Bagus Kodok dengan Peri Roro Setyowati, saat ditemui di lokasi, Rabu (08/10/2014).
Bramantyo menjelaskan, perkimpoian antara Bagus Kodok dengan Peri Roro Setyowati dikemas dalam bingkai seni yakni seni kejadian yang dikolaborasikan dengan tradisi Jawa. "Ini Seni Kejadian atau juga dikenal sebagai happening art. Kejadian yang dialami oleh Eko Kodok," tegasnya.
“Seni Kejadian” atau juga dikenal sebagai happening art, menurut Bramantyo, memperluas kanvas atau panggung, menjadi ruang dan waktu. Di ruang dan waktu tertentu, seniman menghadirkan suatu kejadian. "Kali ini kejadian yang saya hadirkan adalah sebuah perkimpoian Adat Jawa, yang dihadirkan dalam suatu upacara," paparnya.
"Tidak seperti perkimpoian Adat Jawa pada umumnya, prosesi ini memiliki dua keunikan; Pertama, bahwa perkimpoian ini diberi status dan label sebagai sebuah “karya seni”, di mana yang hadir dianggap sebagai peserta pencipta karya. Kedua, adalah bahwa, Bagus Kodok Ibnu Sukodok (63 tahun) dikimpoikan dengan Peri Rara Setyowati, mahluk halus, (bukan manusia)," lanjut Bram.
Bramantyo menjelaskan, selain para seniman, masyarakat, dan undangan lain, para danyang tanah Jawa akan hadir dalam prosesi pernikahan ini. Dalam undangan, dituliskan agar para tamu berpakaian layaknya orang yang datang ke perhelatan temanten.
Sampai berita ini diturunkan, persiapan prosesi siraman masih berlangsung. Tampak beberapa warga dan tamu undangan baik dari seniman maupun pejabat desa mulai berdatangan dan duduk di kursi yang berada di halaman depan rumah Bramantyo Prijosusilo di Desa Sekaralas, Kecamatan Widodaren, Ngawi.
SUMBER 2
Quote:
REOG.TV, NGAWI – Beberapa hari terakhir ini, warga Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, dihebohkan dengan beredarnya undangan dari seseorang tidak dikenal. Undangan itu membuat heboh tersebar di pasar Widodaren hingga sejumlah toko, dalam undangan itu disebutkan menikah dengan Peri.
Dalam undangan telah menyebar itu, bertuliskan,” Bg Kodok Ibnu Sukodok, Daup Peri Rr Setyowati. 8 Oktober 2014. Siraman jam 16.00 WIB, Temu manten jam 19.00 WIB. Alamat rumah tua, Desa Sekar Alas, Kecamatan Widodaren, Ngawi (Bagus Kodok Sukodok, menikah dengan Peri Roro Setyowati. Acara mandi temanten pukul 16.00 WIB. Resepsi pengantin pukul 19.00 WIB).
Dalam undangan tersebut, yang ada hanya foto mempelai pria yang sudah tampak sudah tua. Masih dalam foto tersebut, mempelai pria mengenakan busana ala keraton sembari membawa dupa. Tak pelak, hal itu membuat heboh warga setelah membaca isi undangan pernikahan tidak lazim ini.
“Saya tahu-tahu ada tumpukan undangan di tempat jualan, sejumlah orang sudah mengambil undangan dan bertanya-tanya kepada saya. Saya tidak tahu siapa menaruh undangan itu, jika membaca isi undangan rasa janggal. Masak manusia menikah dengan peri, atas adanya undangan itu kini menjadi ramai,” ujar Ny Lestari pemilik toko di Kecamatan Widodaren, Senin (6/10).
Bahkan, kini undangan itu juga menyebar di daerah perkotaan Kabupaten Ngawi, sekaligus menjadi pembicaraan dari warung ke warung. Namun, sejumlah warga menganggap suatu hal musrik, manusia menikah dengan peri.
“Semoga bersangkutan sadar, benar saja manusia menikah dengan peri, sungguh suatu hal di luar nalar,” ujar Antok, warga Beran.
sumber | digali.blogspot.com
Meski terbilang tidak biasa karena mempelai perempuan tidak terlihat, namun prosesi pernikahan ini digelar seperti layaknya pernikahan manusia dengan manusia. Berbagai urutan prosesi pernikahan adat Jawa digelar seperti pernikahan sewajarnya.
Acara pernikahan diawali sejak hari Selasa (07/10/2014) malam dengan prosesi midodareni. Pada hari Rabu ini prosesi pernikahan akan dibuka dengan Siraman pada pukul 16.00 Wib. Lalu dilanjutkan dengan prosesi dodol dawet (menjual dawet), atur pasrah temanten kakung dan temanten putri lalu diakhiri dengan bedhol manten.
"Acara perkimpoian ini tidak akan menggunakan lampu listrik tetapi oncor dan lampu sentir," ujar Bramantyo, seniman yang mengkreasi pernikahan Bagus Kodok dengan Peri Roro Setyowati, saat ditemui di lokasi, Rabu (08/10/2014).
Bramantyo menjelaskan, perkimpoian antara Bagus Kodok dengan Peri Roro Setyowati dikemas dalam bingkai seni yakni seni kejadian yang dikolaborasikan dengan tradisi Jawa. "Ini Seni Kejadian atau juga dikenal sebagai happening art. Kejadian yang dialami oleh Eko Kodok," tegasnya.
“Seni Kejadian” atau juga dikenal sebagai happening art, menurut Bramantyo, memperluas kanvas atau panggung, menjadi ruang dan waktu. Di ruang dan waktu tertentu, seniman menghadirkan suatu kejadian. "Kali ini kejadian yang saya hadirkan adalah sebuah perkimpoian Adat Jawa, yang dihadirkan dalam suatu upacara," paparnya.
"Tidak seperti perkimpoian Adat Jawa pada umumnya, prosesi ini memiliki dua keunikan; Pertama, bahwa perkimpoian ini diberi status dan label sebagai sebuah “karya seni”, di mana yang hadir dianggap sebagai peserta pencipta karya. Kedua, adalah bahwa, Bagus Kodok Ibnu Sukodok (63 tahun) dikimpoikan dengan Peri Rara Setyowati, mahluk halus, (bukan manusia)," lanjut Bram.
Bramantyo menjelaskan, selain para seniman, masyarakat, dan undangan lain, para danyang tanah Jawa akan hadir dalam prosesi pernikahan ini. Dalam undangan, dituliskan agar para tamu berpakaian layaknya orang yang datang ke perhelatan temanten.
Sampai berita ini diturunkan, persiapan prosesi siraman masih berlangsung. Tampak beberapa warga dan tamu undangan baik dari seniman maupun pejabat desa mulai berdatangan dan duduk di kursi yang berada di halaman depan rumah Bramantyo Prijosusilo di Desa Sekaralas, Kecamatan Widodaren, Ngawi.
SUMBER 2
Quote:
REOG.TV, NGAWI – Beberapa hari terakhir ini, warga Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, dihebohkan dengan beredarnya undangan dari seseorang tidak dikenal. Undangan itu membuat heboh tersebar di pasar Widodaren hingga sejumlah toko, dalam undangan itu disebutkan menikah dengan Peri.
Dalam undangan telah menyebar itu, bertuliskan,” Bg Kodok Ibnu Sukodok, Daup Peri Rr Setyowati. 8 Oktober 2014. Siraman jam 16.00 WIB, Temu manten jam 19.00 WIB. Alamat rumah tua, Desa Sekar Alas, Kecamatan Widodaren, Ngawi (Bagus Kodok Sukodok, menikah dengan Peri Roro Setyowati. Acara mandi temanten pukul 16.00 WIB. Resepsi pengantin pukul 19.00 WIB).
Dalam undangan tersebut, yang ada hanya foto mempelai pria yang sudah tampak sudah tua. Masih dalam foto tersebut, mempelai pria mengenakan busana ala keraton sembari membawa dupa. Tak pelak, hal itu membuat heboh warga setelah membaca isi undangan pernikahan tidak lazim ini.
“Saya tahu-tahu ada tumpukan undangan di tempat jualan, sejumlah orang sudah mengambil undangan dan bertanya-tanya kepada saya. Saya tidak tahu siapa menaruh undangan itu, jika membaca isi undangan rasa janggal. Masak manusia menikah dengan peri, atas adanya undangan itu kini menjadi ramai,” ujar Ny Lestari pemilik toko di Kecamatan Widodaren, Senin (6/10).
Bahkan, kini undangan itu juga menyebar di daerah perkotaan Kabupaten Ngawi, sekaligus menjadi pembicaraan dari warung ke warung. Namun, sejumlah warga menganggap suatu hal musrik, manusia menikah dengan peri.
“Semoga bersangkutan sadar, benar saja manusia menikah dengan peri, sungguh suatu hal di luar nalar,” ujar Antok, warga Beran.
sumber | digali.blogspot.com
No comments:
Post a Comment