Satu lagi anak bangsa mencatatkan prestasi membanggakan. Dia adalah alumni Teknik Mesin ITB 2004, Stephanus Widjanarko, bekerja menjadi salah satu engineer yang bertugas mendesain mobil balap F1 di Italia.
Sekarang ini Tephie, begitu panggilan akrabnya, bergabung dalam tim Scuderia Torro Roso yang merupakan tim junior dari Red Bull Racing.
Dalam tim ini, Tephie berperan sebagai Computational Fluid Dynamics (CFD) aerodynamicist khususnya di bagian external aero development. "Saya bertugas untuk merancang bagian depan berdasarkan sisi aeronya atau secara lebih detailnya pada bagian front wing, nose, forward barge board, suspension layout, tyre shield," kata Tephie dikutip Dream.co.id dari laman ITB.ac.id, Selasa 22 Juli 2014.
Terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan dalam proses pembuatan kerangka mobil balap F1. Pertama-tama membuat idenya terlebih dahulu, kemudian ide tersebut direalisasikan dalam bentuk 3D surfaces.
Setelah itu model dimasukkan dalam CFD, kemudian dilakukan pengujian terakhir dengan menggunakan wind tunnel. Jika pengujian wind tunnel menunjukkan hasil yang baik, model kemudian dikirimkan ke bagian Design Office untuk direalisasikan dalam skala full body.
Proses penyusunan ide hingga pengujian melalui wind tunnel memakan waktu kurang lebih 2-3 minggu. Sejak awal bergabung pada F1 pada April 2013 lalu, Tephie terlibat dalam fase terakhir pengembangan mobil TR8. Pada tahun 2014, Tephie terlibat dalam hampir seluruh fase development mobil TR9.
Perjalanan Karier
Bekerja di perusahaan F1 merupakan impian Tephie dari masa kecil. Hal ini karena memang Tephie dan Ayahanda sangat suka melihat pertandingan balap mobil F1. "Tahun 2004 kemarin saat saya baru masuk ITB, saya diajak Ayah nonton F1 secara langsung di Kuala Lumpur. Kemudian saya berfikir kayaknya bakal seru kalau kerja di F1 setelah lulus nanti," kata Tephie.
Perjalanan dimulai saat Tephie masuk Teknik Mesin ITB 2004 silam. Kehidupan akademis Tephie di ITB bisa dibilang sangat sukses. Hal ini dibuktikan dari Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Tephie yang didapat saat menjadi sarjana adalah 3,95 dari skala 4.
Setelah lulus dari ITB, Tephie berencana untuk melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Kesempatan itu datang setahun setelah wisuda kelulusan Tephie.
Dia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 nya dalam bidang Engineering Fluid Dynamics/Sustainable Energy Technology di Universitas Twente, Belanda.
Sampai akhirnya pada tahun 2011, Tephie memperoleh gelar masternya dengan predikat yang sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari Grade Point Average (GPA) yang diperoleh sebesar 8,05 dari skala 10.
Karena ketertarikan Tephie pada bidang aerodinamis dan wind turbine, Tephie sempat magang di Vestas Wind System A/S, Denmark pada posisi Aerodynamics Development Engineer selama 4 bulan pada saat tahun pertama studi S2-nya.
Setelah mendapatkan gelar master, Tephie bekerja selama setahun sebagai Applied CFD Engineer di Dutch National Aerospace Laboratory (NLR), Belanda. Kemudian ia mengajukan lamaran ke berbagai bidang perusahaan. Pada akhirnya dari sekian banyak lamaran, Tephie berhasil diterima di perusahaan mobil balap impiannya tersebut.
"Dalam proses mencapai kesuksesan, tidak semua berjalan sesuai rencana. Hidup pasti ada up and down-nya tetapi saya selalu percaya ketika kita berusaha pasti ada jalannya," ujar Tephie.