Pemerintah Tokyo baru-baru ini memberlakukan aturan lama yang menyatakan bahwa siapa pun yang nekat menari lewat jam 1 pagi akan dibui. Hukum lama ini kembali ditegakkan, setelah diabaikan selama setidaknya setengah abad lalu.
Menurut hukum ini, perusahaan komersial tidak bisa menjadi tuan rumah dari sebuah pesta dansa, kecuali mereka telah memiliki lisensi yang valid. Dalam usaha untuk mendapatkan lisensi tersebut, semua tempat hiburan harus memastikan bahwa pesta itu akan berhenti tepat pukul 01.00.
Pemilik klub yang melanggar aturan tersebut akan dijebloskan ke penjara selama berminggu-minggu, atau bahkan usaha mereka bisa ditutup secara paksa. Namun, tempat hiburan malam bukan satu-satunya yang terkena imbas dari pemberlakuan kembali UU tersebut. Sekolah-sekolah tari juga mendapat efek buruk dari penerapan UU itu, karena hanya sekolah tari yang mendapat akreditasi dari badan resminya sajalah yang diperbolehkan beroperasi.
"Menari bukanlah kejahatan," kata Ryo Isobe, seorang pemusik dari Tokyo, kepada ABC News.
Menurut Ryo, aturan ini membuat orang percaya bahwa menari adalah sebuah kejahatan. Masalahnya, karena aturan ini sudah lama tidak diterapkan, banyak orang yang tidak tahu tentang hukum tersebut. Namun sejauh ini, pihak berwajib tetap menindak tegas orang-orang yang melanggar UU tersebut.
"Awalnya, UU ini dibuat setelah Perang Dunia II untuk mengatur pr*st*t*si di tempat dansa. Tetapi, hukum tersebut tidak pernah berubah dan polisi mulai menegakkan UU ini kembali setelah bertahun-tahun tidak dijalankan," ungkap Yukata Fukui, seorang manajer klub malam.
Pemberlakuan kembali hukum ini membuat banyak orang Jepang menganggapnya sebagai sebuah penghinaan terhadap cinta mereka pada menari.
"Saya pikir itu adalah hukum yang konyol dan sudah ketinggalan zaman," lanjut Ryo.
[des]