Cara kerjanya cukup rumit, yaitu merekam tiap penurunan kapasitas sensor untuk menyimpan muatan listrik, terutama yang disebabkan oleh lekukan kulit akibat munculnya sensasi merinding tadi. Setidaknya menurut penciptanya, alat ini dapat dimanfaatkan untuk mempelajari perubahan emosi seseorang.
Bukan asal bicara, tim peneliti yang berasal
Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST) juga telah
mengujicobakan sensor tipis nan fleksibel sepanjang 2 cm itu pada
seorang partisipan berusia 28 tahun. Sensor itu ditempelkan di lengan si
partisipan, kemudian ia diminta memegang es batu untuk memicu reaksi
merinding tadi.
Dan sensor ini dilaporkan dapat mendeteksi sensasi merinding yang muncul di lengan partisipan tersebut.
Lihat Juga : Baru Tau Ane Ternyata Begini Proses Cuci Otak
Meskipun
begitu, peneliti menyadari bila sensor ini harus disempurnakan lagi
karena belum dapat mengukur sensasi merinding dari kondisi emosi
tertentu, selain dingin tadi.
Studi lain juga mengungkapkan merinding tak hanya dipicu oleh rangsangan fisik, melainkan juga perubahan emosi yang disebabkan oleh musik, film dan beragam faktor lainnya. Dan tampaknya sensor ini belum bisa mencapai target tersebut
Lihat Juga : Cacing Guinea yang Mengerikan
sumber | digali.blogspot.com
Dan sensor ini dilaporkan dapat mendeteksi sensasi merinding yang muncul di lengan partisipan tersebut.
Studi lain juga mengungkapkan merinding tak hanya dipicu oleh rangsangan fisik, melainkan juga perubahan emosi yang disebabkan oleh musik, film dan beragam faktor lainnya. Dan tampaknya sensor ini belum bisa mencapai target tersebut
Lihat Juga : Cacing Guinea yang Mengerikan
sumber | digali.blogspot.com