Lihat Juga : UNIK NYA MAKAM KERAMAT DI TENGAH TENGAH BANGUNAN... ngga ada yang berani ngebongkar
TEGALWARU, RAKA - Terkait temuan ikan berkepala buaya yang membuat geger warga Desa Galumpit, Kecamatan Tegalwaru, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta, Heri Herawan, meyebutkan jenis ikan tersebut ialah "Aligator Fish" atau dalam bahasa latinnya 'Lepisus Peus'. Pihaknya menerima laporan penemuan ikan langka ini satu minggu lalu.
"Kini ikan yang diserahkan warga itu sudah mati, bangkainya diawetkan. Ikan yang kepalanya menyerupai buaya ini, aslinya dari sungai Amazon di Amerika Selatan,” kata Heri saat dihubungi via seluler, Jumat (21/9) kemarin.
Namun menurutnya, ikan jenis predator ini sudah lama diburu para petani ikan, karena seringkali memangsa ikan-ikan di kolam terapung sekitar waduk Jatiluhur. "Ditemukannya ikan tersebut para pemilik kolam sebenarnya resah. Alasanya sering terjadi kasus ikan hilang. Diduga dimangsa ikan tersebut, itu terbukti jaring ikan di kolam banyak yang robek. Sebetulnya ikan ini jadi hama bagi pemilik kolam, menyusul aligator merupakan jenis ikan pemakan buas (omnivora),” jelasnya.
Adanya penemuan dan keluhan tersebut, pihaknya telah menerjunkan tim ke lapangan. Pasalnya, ada laporan bahwa ikan itu sering terlihat di sekitaran kolam jaring apung. Diduga, ikan tersebut sengaja dipelihara salah satu pemilik kolam jaring apung.
Aligator merupakan ikan yang hidupnya berkoloni. Dengan kata lain, setiap mencari mangsa ikan ini selalu berkelompok. "Berarti di kolam waduk Jatiluhur ada banyak ikan jenis ini," jelasnya.
Karena dianggap hama, sekarang banyak yang memburu ikan ini. Begitu pula dengan petugas, akan melakukan penyelidikan terkait siapa yang memelihara ikan tersebut. Pasalnya, jika tak ada yang memelihara, tidak mungkin ikan tersebut ada di perairan waduk Jatiluhur. “Apalagi merujuk pada UU 31/2004 tentang Perikanan, "Aligator Fish" ini merupakan salah satu ikan yang dilarang masuk ke Indonesia,” tegasnya.
Sementara itu, sumber warga di sekitar waduk Jatiluhur menyebutkan pernah menemukan Aligator Fish sebesar perahu tertangkap mata telanjang di sekitar danau Jatiluhur. Sontak saja itu menjadi ke khawatiran warga setempat yang mayoritas adalah petani ikan. "Saya beberapa waktu ke belakang sering mendapat kabar Japung (jaring apung) petani ikan sering jebol. Kami menduga ini ulah ikan aligator yang dijumpai beberapa waktu lalu nampak di permukaan," kata Dede warga Kampung Servis, Jatiluhur.
Menurutnya, ikan jenis "Aligator Fish" memang pernah ada yang melihara bahkan dibuat penangkarannya, dengan sistem jaring apung. Diantara beberapa ikan berkepala buaya yang dipelihara ada yang paling besar, beratnya mencapai 2,5 kuintal diduga merupakan induknya. Namun si induk yang menurut kabar sebesar perahu pun lepas sekitar hampir lebih dari setengah tahun lalu. sehingga tak heran ikan berkeliaran di danau Jatiluhur. "Pasca lepasnya induk beberapa kemudian nelayan dan penjaring ikan sering melihat dan sebagian mengaku pernah menangkap ikan berkepala buaya, mungkin si induk mulai beranak pinak, menurut kabar sih, pemiliknya orang Jakarta," jelasnya.
Akibatnya sejumlah petani Japung dan warga pun ketakutan dengan hal itu. Karena bisa saja selain mengakibatkan jebolnya beberapa Japung warga pun takut turun ke air. Ikan buas dengan ukuran besar bisa memakan apapun selain ikan.
SUMBER
Lihat Juga : UNIK nya perbandingan SUPER HERO jaman dulu sama SEKARANG Quote:Ikan Aligator Berkembang di Waduk Jatiluhur
JAKARTA, KOMPAS.com — Ikan spesies invasif karnivora asal Amerika dan Meksiko, yaitu ikan aligator, dan ikan piranha yang berasal dari Sungai Amazon, Amerika Selatan, sudah terlepas di Waduk Jatiluhur dan Cirata. Pemerintah didesak bertindak cepat untuk memastikan pengidentifikasian dan mengambil langkah penanganan eradikasi secara total.
Informasi keberadaan aligator dan piranha itu didasarkan dokumen Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kawasan perairan Waduk Jatiluhur telah terintroduksi ikan aligator kecil (Lepisosteus oculatus) dan ikan aligator besar (Atractosteus spatula) serta beberapa spesies invasif yang relatif tak membahayakan manusia, seperti ikan marinier (Parachromis maraguense), golsom (Amphilophus alfari), red devil (Amphilophus citrinellus), dan petek (Parambassis sp). Sementara ikan piranha (Serrasalmus serrulatus) dilaporkan telah terintroduksi di Waduk Cirata.
Dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Kelautan dan Perikanan Ahmad Poernomo, akhir pekan lalu, membenarkan terjadi introduksi ikan aligator secara tak sengaja. "Ada usaha keramba jaring apung di Jatiluhur yang ternyata memelihara ikan aligator," katanya.
Umumnya, izin keramba diberikan bagi pembudidayaan spesies ikan untuk tujuan konsumtif, seperti mujair, nila, dan mas.
Seperti namanya, bagian kepala ikan aligator seperti kepala buaya. Ikan yang bisa mencapai panjang 3 meter atau lebih itu bersifat karnivora, memakan ikan lain. Populasi ikan-ikan tersebut di perairan dikhawatirkan mengurangi populasi ikan-ikan konsumsi bernilai ekonomi yang selama ini menghidupi masyarakat.
Ahmad Poernomo menyebutkan, sejauh ini, ikan aligator yang terlepas dilaporkan sebanyak enam ekor. "Kami sudah meminta agar ikan aligator lain diangkat dari karamba, dipindahkan. Informasi yang saya terima ada 17 ikan yang dipindahkan," katanya.
Namun, ia belum menerima laporan jumlah ikan aligator terlepas yang tertangkap. Yang jelas, seperti diberitakan di Kompas.com, Desember 2012, satu spesimen ikan aligator didapat Dinas Peternakan Purwakarta dari tangkapan warga.
Ikan piranha
Terkait ikan piranha, Ahmad menyatakan sudah menerima laporan itu. Namun, kebenaran identifikasi dari laporan tersebut masih disangsikan. Laporan diterima dari kelompok masyarakat pengawas perikanan setempat, beberapa waktu lalu.
"Kemungkinan itu sejenis ikan bawal. Sekilas memang mirip antara bawal dan piranha," ujarnya.
Secara terpisah, Fayakun Satria, Kepala Balai Penelitian, Pemulihan, dan Konservasi Sumber Daya Ikan di Balitbang Kementerian Kelautan dan Perikanan, juga menyangsikan laporan keberadaan ikan piranha itu. Ia juga menduga ikan tersebut sejenis bawal.
"Saat awal-awal laporan adanya ikan aligator itu, kan, yang disebut malah ikan arapaima. Bisa jadi salah identifikasi," katanya.
Meski demikian, tahun 2014, pihaknya menganggarkan kegiatan survei untuk memastikan kebenaran introduksi piranha terjadi di Cirata. Kegiatan itu juga untuk mendapatkan spesimen piranha jika terbukti benar.
Dampak langsung
Dihubungi dari Jakarta, Muhammad Husein dari Masyarakat Akuakultur Indonesia dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) di Purwakarta mengatakan, keberadaan ikan aligator yang terlepas di waduk selama hampir satu tahun terakhir sangat meresahkan nelayan. Ia terkejut ada laporan bahwa Waduk Cirata terintroduksi piranha.
"Kalau benar ikan piranha telah masuk ke waduk kami, kenapa pemerintah diam saja. Harusnya segera menyosialisasikan secara luas agar masyarakat berhati-hati," kata Husein.
Ikan piranha dan aligator sama-sama bersifat komunal. Ikan piranha, meski berukuran kecil, memiliki gigi-gigi setajam silet. Bersama kelompoknya, ikan tersebut bisa menghabiskan satu ayam dengan cepat.
Keduanya termasuk dalam spesies invasif yang diduga kuat masuk melalui para penghobi atau pengoleksi ikan. Dalam berbagai kesempatan, Guru Besar Perikanan Universitas Diponegoro Slamet Budi Prayitno menjelaskan, ikan-ikan invasif tersebut bisa masuk ke ekosistem sungai atau danau/waduk secara sengaja atau tidak.
"Untuk ikan piranha, seharusnya secara tegas tak boleh masuk ke Indonesia," katanya. Namun, biasanya, memasukkan ikan piranha dilakukan dengan melaporkannya sebagai ikan bawal. Bentuk fisik keduanya yang mirip bisa mengelabui petugas yang kapasitas identifikasinya terbatas.
Di alam, keberadaan flora dan fauna invasif berdampak pendek dan panjang pada ekosistem. Dalam jangka pendek, flora-fauna asli akan berkurang, sedangkan dampak panjangnya adalah kepunahan tanpa sempat memanfaatkan keanekaragaman hayati.
JAKARTA, KOMPAS.com — Ikan spesies invasif karnivora asal Amerika dan Meksiko, yaitu ikan aligator, dan ikan piranha yang berasal dari Sungai Amazon, Amerika Selatan, sudah terlepas di Waduk Jatiluhur dan Cirata. Pemerintah didesak bertindak cepat untuk memastikan pengidentifikasian dan mengambil langkah penanganan eradikasi secara total.
Informasi keberadaan aligator dan piranha itu didasarkan dokumen Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kawasan perairan Waduk Jatiluhur telah terintroduksi ikan aligator kecil (Lepisosteus oculatus) dan ikan aligator besar (Atractosteus spatula) serta beberapa spesies invasif yang relatif tak membahayakan manusia, seperti ikan marinier (Parachromis maraguense), golsom (Amphilophus alfari), red devil (Amphilophus citrinellus), dan petek (Parambassis sp). Sementara ikan piranha (Serrasalmus serrulatus) dilaporkan telah terintroduksi di Waduk Cirata.
Dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Kelautan dan Perikanan Ahmad Poernomo, akhir pekan lalu, membenarkan terjadi introduksi ikan aligator secara tak sengaja. "Ada usaha keramba jaring apung di Jatiluhur yang ternyata memelihara ikan aligator," katanya.
Umumnya, izin keramba diberikan bagi pembudidayaan spesies ikan untuk tujuan konsumtif, seperti mujair, nila, dan mas.
Seperti namanya, bagian kepala ikan aligator seperti kepala buaya. Ikan yang bisa mencapai panjang 3 meter atau lebih itu bersifat karnivora, memakan ikan lain. Populasi ikan-ikan tersebut di perairan dikhawatirkan mengurangi populasi ikan-ikan konsumsi bernilai ekonomi yang selama ini menghidupi masyarakat.
Ahmad Poernomo menyebutkan, sejauh ini, ikan aligator yang terlepas dilaporkan sebanyak enam ekor. "Kami sudah meminta agar ikan aligator lain diangkat dari karamba, dipindahkan. Informasi yang saya terima ada 17 ikan yang dipindahkan," katanya.
Namun, ia belum menerima laporan jumlah ikan aligator terlepas yang tertangkap. Yang jelas, seperti diberitakan di Kompas.com, Desember 2012, satu spesimen ikan aligator didapat Dinas Peternakan Purwakarta dari tangkapan warga.
Ikan piranha
Terkait ikan piranha, Ahmad menyatakan sudah menerima laporan itu. Namun, kebenaran identifikasi dari laporan tersebut masih disangsikan. Laporan diterima dari kelompok masyarakat pengawas perikanan setempat, beberapa waktu lalu.
"Kemungkinan itu sejenis ikan bawal. Sekilas memang mirip antara bawal dan piranha," ujarnya.
Secara terpisah, Fayakun Satria, Kepala Balai Penelitian, Pemulihan, dan Konservasi Sumber Daya Ikan di Balitbang Kementerian Kelautan dan Perikanan, juga menyangsikan laporan keberadaan ikan piranha itu. Ia juga menduga ikan tersebut sejenis bawal.
"Saat awal-awal laporan adanya ikan aligator itu, kan, yang disebut malah ikan arapaima. Bisa jadi salah identifikasi," katanya.
Meski demikian, tahun 2014, pihaknya menganggarkan kegiatan survei untuk memastikan kebenaran introduksi piranha terjadi di Cirata. Kegiatan itu juga untuk mendapatkan spesimen piranha jika terbukti benar.
Dampak langsung
Dihubungi dari Jakarta, Muhammad Husein dari Masyarakat Akuakultur Indonesia dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) di Purwakarta mengatakan, keberadaan ikan aligator yang terlepas di waduk selama hampir satu tahun terakhir sangat meresahkan nelayan. Ia terkejut ada laporan bahwa Waduk Cirata terintroduksi piranha.
"Kalau benar ikan piranha telah masuk ke waduk kami, kenapa pemerintah diam saja. Harusnya segera menyosialisasikan secara luas agar masyarakat berhati-hati," kata Husein.
Ikan piranha dan aligator sama-sama bersifat komunal. Ikan piranha, meski berukuran kecil, memiliki gigi-gigi setajam silet. Bersama kelompoknya, ikan tersebut bisa menghabiskan satu ayam dengan cepat.
Keduanya termasuk dalam spesies invasif yang diduga kuat masuk melalui para penghobi atau pengoleksi ikan. Dalam berbagai kesempatan, Guru Besar Perikanan Universitas Diponegoro Slamet Budi Prayitno menjelaskan, ikan-ikan invasif tersebut bisa masuk ke ekosistem sungai atau danau/waduk secara sengaja atau tidak.
"Untuk ikan piranha, seharusnya secara tegas tak boleh masuk ke Indonesia," katanya. Namun, biasanya, memasukkan ikan piranha dilakukan dengan melaporkannya sebagai ikan bawal. Bentuk fisik keduanya yang mirip bisa mengelabui petugas yang kapasitas identifikasinya terbatas.
Di alam, keberadaan flora dan fauna invasif berdampak pendek dan panjang pada ekosistem. Dalam jangka pendek, flora-fauna asli akan berkurang, sedangkan dampak panjangnya adalah kepunahan tanpa sempat memanfaatkan keanekaragaman hayati.
http://www.kaskus.co.id/thread/5232aeedf7ca17553a00000e/gawat-ikan-buas-amazon-berkeliaran-di-jatiluhur/| digali.blogspot.com