Pelajaran Dari Dinda : IBU IBU HAMIL JANGAN MANJA !

icon18_edit_allbkg



Sejak kemarin, timeline di berbagai social media mulai dari Path, Instagram, Twitter sampai Facebook diramaikan oleh komentar terhadap pernyataan Dinda Kusumadewi. Siapa itu Dinda?

 Exactly! Tidak ada yang tahu siapa Dinda sampai kemarin. Benar-benar hebat ya efek social media:D

Rupanya cerita berawal saat salah satu teman Dinda di Path meng-capture postingannya mengenai ibu hamil. Begini kurang lebihnya: 

Screen+Shot+2014-04-17+at+9.23.56+AM

photo-11
Banyak yang merasa ‘terganggu’ dengan pernyataan tsb dan dengan power of social media, it went viral. Semua merepath, regram, retweet atau repost di akun masing-masing.

Bagaimana dengan saya?
Pertama kali membaca postingan ini, saya langsung berpikir pasti manusia berjudul Dinda ini belum pernah hamil, tidak pernah punya keluarga yang sedang hamil atau kalaupun pernah punya, tidak cukup berempati. Intinya, cuek. Saya terbayang kalau saja Dinda pernah berjumpa dengan saya saat saya hamil, pasti saya habis-habisan dicap Dinda sebagai ibu hamil yang manja semanja-manjanya, engga mau susah tapi suka menyusahkan orang, dan hanya mau dingertiin terus. *quote langsung pernyataannya* :)))))

Yang membuat saya terkejut sebetulnya bukan itu. Pendapat satu orang yang tidak sesuai norma bisa saja hanya anomali dari satu populasi. Tapi coba baca komentar dari teman-teman Dinda lainnya. Lho? Kok sama saja? Bahkan ada yang mengusulkan pasang earphone dan pura-pura tidur. Errrr.. sebegitu cueknyakah anak muda masa kini –asumsi saya mereka masih muda karena pasti belum pernah hamil atau punya istri yang hamil- terhadap lingkungan sekitar? Jangan-jangan tanpa kita sadari, sebetulnya banyak sekali Dinda-Dinda lain di luar sana?

Saya segera memasang alarm untuk diri sendiri. Saya ingin mendidik Naya agar kelak jadi manusia yang bisa berempati terhadap lingkungan sekitar. Jujur, seperti kebanyakan orangtua lain saya pun ingin Naya menjadi anak pintar. Oleh karena itu, stimulasi yang saya berikan pun kebanyakan berhubungan dengan pengetahuan. Tapi setelah kasus ini saya jadi berpikir, apalah artinya Naya pintar matematika, fasih 7 bahasa, hapal Al Quran, juara kelas terus tetapi berberat hati memberikan kursinya di kereta kepada ibu hamil hanya karena menurutnya ibu hamil tadi cuma mau enaknya, manja dan enggan hidup susah? Apalah artinya Naya pintar piano, rajin shalat 5 waktu tapi hobi menyerobot saat mengantri atau parkir di tempat parkir untuk difabel? Apalah artinya Naya selalu ranking 1 tapi gemar mengumpat atau membuang sampah sembarangan? Apalah artinya Naya jagoan balet, pintar menari tapi gengsi minta maaf saat salah, segan mengucapkan terimakasih atau sulit bilang “tolong”?

Menurut saya, terkadang pendidikan di Indonesia ini agak lucu. Murid diberi stimulasi agar bisa pintar dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan tetapi hal yang paling mendasar di atas segalanya justru terlupakan. Makanya jangan heran membaca berita ada siswa pintar dikeluarkan dari sekolah karena menolak memberikan contekan pada teman-temannya. Bahkan siswa tadi pindah ke luar kota karena dihujat wali murid lain. Semua terjadi karena sistim pendidikan negara kita sungguh sangat mengagungkan nilai. Hasil yang terpenting, bagaimana caranya tidak ada yang peduli. Silakan mencontek, membeli soal, mencari bocoran kunci jawaban, terserah. Yang penting, nilai bagus, tidak memalukan nama sekolah.

Tentu sekolah tidak bisa disalahkan karena bagaimanapun, orangtualah yang harus mempunyai peran penting di sini. PR nih buat saya. Doakan saya ya, semoga bisa mendidik Naya dengan baik. *grogisendiri* :)))
Screen+Shot+2014-04-17+at+9.24.05+AM
Anyway, kali-kali mbak Dinda baca blog saya nih.

Halo Mbak Dinda,
Perkenalkan saya mantan ibu hamil beberapa tahun yang lalu. Percayalah, jadi manja dan menyusahkan orang lain tidak pernah ada dalam pikiran saya walaupun hamil. Perlu diingat kondisi kehamilan setiap orang berbeda. Betul, ada ibu hamil yang tetap perkasa, bahkan teman saya masih lari kesana-sini dan menyetir mobil sendiri saat hamil 9 bulan. Ada lagi yang masih dinas jaga UGD saat hamil besar. Jagoan. Kalau saja bisa memilih, saya pun ingin bisa hamil seperti itu. Tapi rupanya Allah berkata lain.

Saat hamil, jangankan berdiri, bahkan untuk duduk sendiri saja saya kesusahan karena sesak bukan main. Mandi, makan, minum, semua harus dibantu orang lain. Boro-boro menyetir mobil sendiri, melihat saja sulit. Saya masih sangat beruntung karena bisa mengajukan cuti untuk tidak bekerja dan masih bisa makan walaupun tidak bekerja, Saya juga beruntung karena tidak perlu naik kendaraan umum untuk pergi kemana-mana karena saya nyaris memang tidak bisa pergi ke mana pun kecuali ke UGD rumah sakit –yang bolak/i terjadi-. Tapi ada lho, ibu hamil yang walaupun hamil besar tetap harus bekerja untuk kebutuhan.  Ada juga lho ibu hamil yang mau engga mau harus tetap naik kendaraan umum seperti kereta karena tidak ada pilihan lain. Berangkat lebih pagi? Terdengar seperti solusi yang gampang ya memang. Tapi saat hamil, hal yang terlihat gampang pun akan jadi lebih sulit, Mbak.

Kebetulan saya punya teman yang sedang hamil dan tetap harus bekerja untuk makan sehari-hari-bukan untuk membeli earphone atau pulsa biar tetap bisa update Path-. Yaa maunya memang resign biar bisa leha-leha di rumah seperti anjuran Mbak Dinda, tapi dia kan engga bisa minta mama-papanya buat bisa makan dan ngasih makan anaknya.  Setiap hari pula dia harus naik kereta seperti Mbak Dinda. Inginnya sih dia berangkat pagi supaya mendapat kursi dan tidak harus “mengganggu orang-orang seperti Mbak Dinda yang sudah dapat kursi duluan”. Tapi di pagi hari, dia harus berjuang dengan muntah-muntahnya. Mungkin mbak Dinda belum tahu karena belum pernah hamil kan ya, ibu hamil kalau pagi tuh paling sering muntah-muntah. Apa Mbak Dinda lebih memilih teman saya tadi muntah-muntah di kereta? Di depan Mbak Dinda? Setelah itu, dia pun masih harus memandikan, memasak sarapan, mengantarkan anak pertamanya sekolah. Apa definisi manja, maunya nyusahin orang, minta dingertiin tapi engga mau ngertiin orang lain versi Mbak Dinda yang kayak gitu ya?

Saya tahu betul bagaimana perjuangan di antara hidup dan matinya membawa nyawa manusia lain selain diri sendiri. Menurut saya, siapapun yang pernah merasakan perjuangan seperti itu tidak pantas dijudge manja, nyusahin orang lain atau egois oleh orang lain yang bahkan belum pernah merasakannya. Pantaslah kalau banyak yang merasa sakit hati membaca postingan Mbak. Betulll, memang hak Mbak untuk beropini yang dipost di akun pribadi Mbak di social media.  Tapi namanya juga social media, there's nothing you put on social media is private. Hak semua orang juga untuk beropini menanggapi opini Mbak.  Kalau mau private, menulis di diary saja;) Lesson learned, think twice before you post anything in social media:D

Oh ya, kalau-kalau Mbak berpikir kenapa sih ibu hamil harus diprioritaskan buat dapet tempat duduk, ini jawabannya. Bukan karena manja:p


photo-12


Regards,
Mantan Ibu Hamil Kece
-Halah-
:)))))



sumber | digali.blogspot.com




backtotop