Exactly! Tidak ada yang tahu siapa Dinda sampai kemarin. Benar-benar hebat ya efek social media:D
Rupanya cerita berawal saat salah satu teman Dinda di Path
meng-capture postingannya mengenai ibu hamil. Begini kurang lebihnya:
Banyak yang merasa ‘terganggu’ dengan pernyataan tsb dan
dengan power of social media, it went viral. Semua merepath, regram, retweet
atau repost di akun masing-masing.
Bagaimana dengan saya?
Pertama kali membaca postingan ini, saya langsung berpikir
pasti manusia berjudul Dinda ini belum pernah hamil, tidak pernah punya
keluarga yang sedang hamil atau kalaupun pernah punya, tidak cukup berempati.
Intinya, cuek. Saya terbayang kalau saja Dinda pernah berjumpa dengan saya saat
saya hamil, pasti saya habis-habisan dicap Dinda sebagai ibu hamil yang manja
semanja-manjanya, engga mau susah tapi suka menyusahkan orang, dan hanya mau
dingertiin terus. *quote langsung pernyataannya* :)))))
Yang membuat saya terkejut sebetulnya bukan itu. Pendapat
satu orang yang tidak sesuai norma bisa saja hanya anomali dari satu populasi.
Tapi coba baca komentar dari teman-teman Dinda lainnya. Lho? Kok sama saja?
Bahkan ada yang mengusulkan pasang earphone dan pura-pura tidur. Errrr..
sebegitu cueknyakah anak muda masa kini –asumsi saya mereka masih muda karena
pasti belum pernah hamil atau punya istri yang hamil- terhadap lingkungan
sekitar? Jangan-jangan tanpa kita sadari, sebetulnya banyak sekali Dinda-Dinda lain di luar sana?
Saya segera memasang alarm untuk diri sendiri. Saya ingin
mendidik Naya agar kelak jadi manusia yang bisa berempati terhadap lingkungan
sekitar. Jujur, seperti kebanyakan orangtua lain saya pun ingin Naya menjadi
anak pintar. Oleh karena itu, stimulasi yang saya berikan pun kebanyakan
berhubungan dengan pengetahuan. Tapi setelah kasus ini saya jadi berpikir, apalah
artinya Naya pintar matematika, fasih 7 bahasa, hapal Al Quran, juara kelas
terus tetapi berberat hati memberikan kursinya di kereta kepada ibu hamil hanya
karena menurutnya ibu hamil tadi cuma mau enaknya, manja dan enggan hidup
susah? Apalah artinya Naya pintar piano, rajin shalat 5 waktu tapi hobi
menyerobot saat mengantri atau parkir di tempat parkir untuk difabel? Apalah artinya Naya selalu ranking 1 tapi gemar
mengumpat atau membuang sampah sembarangan? Apalah artinya Naya jagoan balet,
pintar menari tapi gengsi minta maaf saat salah, segan mengucapkan terimakasih
atau sulit bilang “tolong”?
Menurut saya, terkadang pendidikan di Indonesia ini agak
lucu. Murid diberi stimulasi agar bisa pintar dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan
tetapi hal yang paling mendasar di atas segalanya justru terlupakan. Makanya
jangan heran membaca berita ada siswa pintar dikeluarkan dari sekolah karena menolak memberikan contekan pada teman-temannya. Bahkan siswa tadi pindah ke
luar kota karena dihujat wali murid lain. Semua terjadi karena sistim
pendidikan negara kita sungguh sangat mengagungkan nilai. Hasil yang
terpenting, bagaimana caranya tidak ada yang peduli. Silakan mencontek, membeli
soal, mencari bocoran kunci jawaban, terserah. Yang penting, nilai bagus, tidak
memalukan nama sekolah.
Tentu sekolah tidak bisa disalahkan
karena bagaimanapun,
orangtualah yang harus mempunyai peran penting di sini. PR nih buat
saya. Doakan saya ya, semoga bisa mendidik Naya dengan baik.
*grogisendiri* :)))
Anyway, kali-kali mbak Dinda baca blog saya nih.
Halo Mbak Dinda,
Perkenalkan saya mantan ibu hamil
beberapa tahun yang lalu.
Percayalah, jadi manja dan menyusahkan orang lain tidak pernah ada dalam
pikiran saya walaupun hamil. Perlu diingat kondisi kehamilan setiap
orang
berbeda. Betul, ada ibu hamil yang tetap perkasa, bahkan teman saya
masih lari
kesana-sini dan menyetir mobil sendiri saat hamil 9 bulan. Ada lagi yang
masih dinas jaga UGD saat hamil besar. Jagoan. Kalau saja bisa
memilih, saya pun ingin bisa hamil seperti itu. Tapi rupanya Allah
berkata
lain.
Saat hamil, jangankan berdiri, bahkan untuk duduk sendiri
saja saya kesusahan karena sesak bukan main. Mandi, makan, minum, semua harus
dibantu orang lain. Boro-boro menyetir mobil sendiri, melihat saja sulit. Saya
masih sangat beruntung karena bisa mengajukan cuti untuk tidak bekerja dan masih bisa makan walaupun tidak bekerja, Saya
juga beruntung karena tidak perlu naik kendaraan umum untuk pergi kemana-mana
karena saya nyaris memang tidak bisa pergi ke mana pun kecuali ke UGD rumah
sakit –yang bolak/i terjadi-. Tapi ada lho, ibu hamil yang walaupun hamil besar
tetap harus bekerja untuk kebutuhan. Ada juga lho ibu hamil yang mau
engga mau harus tetap naik kendaraan umum seperti kereta karena tidak ada
pilihan lain. Berangkat lebih pagi? Terdengar seperti solusi yang gampang ya
memang. Tapi saat hamil, hal yang terlihat gampang pun akan jadi lebih sulit, Mbak.
Kebetulan saya punya teman yang
sedang hamil dan tetap harus
bekerja untuk makan sehari-hari-bukan untuk membeli earphone atau pulsa
biar tetap bisa
update Path-. Yaa maunya memang resign biar bisa leha-leha di rumah
seperti anjuran Mbak Dinda, tapi dia kan engga bisa minta mama-papanya
buat bisa makan dan ngasih makan anaknya. Setiap hari pula dia harus
naik kereta seperti Mbak Dinda.
Inginnya sih dia berangkat pagi supaya mendapat kursi dan tidak harus
“mengganggu orang-orang seperti Mbak Dinda yang sudah dapat kursi
duluan”. Tapi
di pagi hari, dia harus berjuang dengan muntah-muntahnya. Mungkin mbak
Dinda
belum tahu karena belum pernah hamil kan ya, ibu hamil kalau pagi tuh
paling
sering muntah-muntah. Apa Mbak Dinda lebih memilih teman saya tadi
muntah-muntah di kereta? Di depan Mbak Dinda? Setelah itu, dia pun masih
harus
memandikan, memasak sarapan, mengantarkan anak pertamanya sekolah. Apa
definisi
manja, maunya nyusahin orang, minta dingertiin tapi engga mau ngertiin
orang
lain versi Mbak Dinda yang kayak gitu ya?
Saya tahu betul bagaimana perjuangan
di antara hidup dan matinya membawa nyawa manusia lain selain diri
sendiri. Menurut saya, siapapun yang pernah merasakan perjuangan seperti
itu tidak pantas dijudge manja, nyusahin orang lain atau egois oleh
orang lain yang bahkan belum pernah merasakannya. Pantaslah kalau banyak
yang merasa sakit hati membaca postingan Mbak. Betulll, memang hak Mbak
untuk beropini yang dipost di akun pribadi Mbak di social media. Tapi
namanya juga social media, there's nothing you put on social media is
private. Hak semua orang juga untuk beropini menanggapi opini Mbak.
Kalau mau private, menulis di diary saja;) Lesson learned, think twice
before you post anything in social media:D
Oh ya, kalau-kalau Mbak berpikir kenapa sih ibu hamil harus diprioritaskan buat dapet tempat duduk, ini jawabannya. Bukan karena manja:p
Oh ya, kalau-kalau Mbak berpikir kenapa sih ibu hamil harus diprioritaskan buat dapet tempat duduk, ini jawabannya. Bukan karena manja:p
Regards,
Mantan Ibu Hamil Kece
-Halah-
:)))))
sumber | digali.blogspot.com