TEMPO.CO,
Jakarta - Penjualan emiten rokok pada semester I 2013 tumbuh 13-66
persen. PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk
(GGRM) membukukan kenaikan pendapatan 13,53 persen dan 13,07 persen.
Adapun PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) membukukan kenaikan pendapatan
tertinggi 66,5 persen dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA)
17,6 persen.
Presiden Direktur HM Sampoerna, Paul Norman Janelle, mengatakan perseroan membukukan kenaikan pendapatan hingga Rp 36,1 triliun pada semester pertama tahun ini, dibanding pada periode yang sama tahun lalu (Rp 31,8 triliun).
“Grup perusahaan memiliki segmen usaha, yaitu manufaktur dan perdagangan rokok, di mana penjualan dan aset segmen usaha tersebut masing-masing 99,7 persen dan 97,8 persen,” kata dia, dalam keterangan tertulis kepada PT Bursa Efek Indonesia.
Meski demikian, beban pokok penjualan HM Sampoerna naik 16,3 persen, atau lebih tinggi dibanding kenaikan nilai penjualan pada semester I. Akibatnya, laba kotor perseroan tergerus dan hanya tumbuh 6,24 persen, menjadi Rp 9,4 triliun. Margin laba kotor HM Sampoerna turun menjadi 26 persen, lebih kecil dibanding pada semester I 2012 sebesar 27,8 persen.
Pada semester I 2013, HM Sampoerna membukukan laba periode berjalan Rp 5 triliun, atau naik tipis 2,1 persen dibanding pada periode saham tahun lalu.
Sementara itu, Gudang Garam membukukan kenaikan pendapatan pada semester I 2013 menjadi Rp 26,6 triliun, lebih besar dibanding pada semester I 2012 (Rp 23,5 triliun).
Presiden Direktur Gudang Garam, Susilo Wonowidjojo, mengatakan pendapatan perseroan ditopang oleh penjualan di pasar lokal, yang tumbuh 13,1 persen menjadi Rp 25,5 triliun, sedangkan angka ekspor tumbuh 12 persen menjadi Rp 1,1 triliun.
“Total penjualan sigaret kretek mesin Rp 23 triliun, kretek tangan Rp 3 triliun, rokok klobot Rp 15,6 miliar, kertas karton Rp 442 miliar, dan lainnya Rp 137 miliar,” kata Susilo, dalam keterangan tertulis untuk PT Bursa Efek Indonesia.
Pada semester I 2013, Gudang Garam membukukan kenaikan laba kotor 16,5 persen menjadi Rp 5,29 triliun. Margin laba kotor naik menjadi 19,9 persen pada semester I 2013, dibanding 19,3 persen pada semester I tahun lalu. Adapun perseroan membukukan kenaikan laba bersih 4,8 persen menjadi Rp 2,2 triliun pada semester I 2013.
Direktur Wismilak Inti Makmur, Krisna Tanimhardja, mengatakan angka penjualan perseroan pada semester I 2013 melonjak menjadi Rp 806 miliar dibanding pada semester I 2012 (Rp 484 miliar). Angka penjualan perseroan pada semester I 2013 kepada pihak ketiga mencapai Rp 810 miliar, dikurangi retur penjualan Rp 4,4 miliar.
“Pada semester I 2013, kami membukukan kenaikan laba kotor sebesar 61,4 persen menjadi Rp 218,8 miliar,” ujar Krisna dalam keterangan tertulisnya kepada PT Bursa Efek Indonesia.
Pada semester I 2013, Wismilak Inti Makmur membukukan kenaikan laba bersih 103,3 persen menjadi Rp 79,1 miliar dibanding pada periode yang sama tahun lalu (Rp 38,9 miliar). Kenaikan nilai penjualan dan laba Wismilak Inti Makmur merupakan yang tertinggi dibanding yang dicatat emiten lain.
Sekretaris Perusahaan Wismilak, Surjanto Yasaputra, sebelumnya mengatakan perseroan menargetkan penjualan bersih sebesar Rp 1,6 triliun dan laba bersih Rp 128 miliar pada 2013. Tahun lalu, perseroan membukukan angka penjualan Rp 1,1 triliun dan laba bersih Rp 77 miliar.
Adapun Bentoel Internasional, meski membukukan kenaikan angka pendapatan sebesar 17,6 persen (menjadi Rp 5,63 triliun), mencatatkan lonjakan angka kerugian bersih menjadi Rp 536 miliar pada semester I 2013. Kerugian tersebut tercipta karena beban operasi perseroan pada semester I 2013 melonjak 82 persen menjadi Rp 1,13 triliun.
Presiden Direktur HM Sampoerna, Paul Norman Janelle, mengatakan perseroan membukukan kenaikan pendapatan hingga Rp 36,1 triliun pada semester pertama tahun ini, dibanding pada periode yang sama tahun lalu (Rp 31,8 triliun).
“Grup perusahaan memiliki segmen usaha, yaitu manufaktur dan perdagangan rokok, di mana penjualan dan aset segmen usaha tersebut masing-masing 99,7 persen dan 97,8 persen,” kata dia, dalam keterangan tertulis kepada PT Bursa Efek Indonesia.
Meski demikian, beban pokok penjualan HM Sampoerna naik 16,3 persen, atau lebih tinggi dibanding kenaikan nilai penjualan pada semester I. Akibatnya, laba kotor perseroan tergerus dan hanya tumbuh 6,24 persen, menjadi Rp 9,4 triliun. Margin laba kotor HM Sampoerna turun menjadi 26 persen, lebih kecil dibanding pada semester I 2012 sebesar 27,8 persen.
Pada semester I 2013, HM Sampoerna membukukan laba periode berjalan Rp 5 triliun, atau naik tipis 2,1 persen dibanding pada periode saham tahun lalu.
Sementara itu, Gudang Garam membukukan kenaikan pendapatan pada semester I 2013 menjadi Rp 26,6 triliun, lebih besar dibanding pada semester I 2012 (Rp 23,5 triliun).
Presiden Direktur Gudang Garam, Susilo Wonowidjojo, mengatakan pendapatan perseroan ditopang oleh penjualan di pasar lokal, yang tumbuh 13,1 persen menjadi Rp 25,5 triliun, sedangkan angka ekspor tumbuh 12 persen menjadi Rp 1,1 triliun.
“Total penjualan sigaret kretek mesin Rp 23 triliun, kretek tangan Rp 3 triliun, rokok klobot Rp 15,6 miliar, kertas karton Rp 442 miliar, dan lainnya Rp 137 miliar,” kata Susilo, dalam keterangan tertulis untuk PT Bursa Efek Indonesia.
Pada semester I 2013, Gudang Garam membukukan kenaikan laba kotor 16,5 persen menjadi Rp 5,29 triliun. Margin laba kotor naik menjadi 19,9 persen pada semester I 2013, dibanding 19,3 persen pada semester I tahun lalu. Adapun perseroan membukukan kenaikan laba bersih 4,8 persen menjadi Rp 2,2 triliun pada semester I 2013.
Direktur Wismilak Inti Makmur, Krisna Tanimhardja, mengatakan angka penjualan perseroan pada semester I 2013 melonjak menjadi Rp 806 miliar dibanding pada semester I 2012 (Rp 484 miliar). Angka penjualan perseroan pada semester I 2013 kepada pihak ketiga mencapai Rp 810 miliar, dikurangi retur penjualan Rp 4,4 miliar.
“Pada semester I 2013, kami membukukan kenaikan laba kotor sebesar 61,4 persen menjadi Rp 218,8 miliar,” ujar Krisna dalam keterangan tertulisnya kepada PT Bursa Efek Indonesia.
Pada semester I 2013, Wismilak Inti Makmur membukukan kenaikan laba bersih 103,3 persen menjadi Rp 79,1 miliar dibanding pada periode yang sama tahun lalu (Rp 38,9 miliar). Kenaikan nilai penjualan dan laba Wismilak Inti Makmur merupakan yang tertinggi dibanding yang dicatat emiten lain.
Sekretaris Perusahaan Wismilak, Surjanto Yasaputra, sebelumnya mengatakan perseroan menargetkan penjualan bersih sebesar Rp 1,6 triliun dan laba bersih Rp 128 miliar pada 2013. Tahun lalu, perseroan membukukan angka penjualan Rp 1,1 triliun dan laba bersih Rp 77 miliar.
Adapun Bentoel Internasional, meski membukukan kenaikan angka pendapatan sebesar 17,6 persen (menjadi Rp 5,63 triliun), mencatatkan lonjakan angka kerugian bersih menjadi Rp 536 miliar pada semester I 2013. Kerugian tersebut tercipta karena beban operasi perseroan pada semester I 2013 melonjak 82 persen menjadi Rp 1,13 triliun.
Spoiler for Sumur 2:
JUMLAH perokok di Indonesia terus mengalami peningkatan drastis. Terbukti, Indonesia memasuki peringkat kedua tertinggi di dunia.
Hal ini tentu berlawanan dengan tren global yang menunjukkan adanya penurunan. Realitanya, prevalensi merokok di Indoneisa justru mengalami peningkatan dari 1980 hingga 2012.
Saat ini diperkirakan sebanyak 52 juta orang perokok, menurut penelitian terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di University of Washington.
Di seluruh dunia, persentase dari populasi yang merokok atau dikenal dengan prevalensi – memerlihatkan penurunan, tetapi jumlah penikmat rokok di seluruh dunia meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk. Indonesia merupakan salah satu dari 12 negara yang menyumbangkan angka sebanyak 40% dari total jumlah perokok dunia.
“Jumlah pria perokok di Indonesia telah meningkat sebanyak dua kali lipat sejak 1980 dan prevalensi pria perokok di Indonesia tercatat sebagai kedua tertinggi di dunia,” ungkap Dr. Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
“Ini merupakan fakta yang menyedihkan yang dapat memberikan dampak negatif pada kondisi kesehatan, serta biaya kesehatan di negara kita. Tapi, tentunya ini juga merupakan fakta bahwa kami akan terus berkomitmen dalam melakukan tindakan nyata dalam mengurangi angka tersebut di Indonesia untuk kepentingan seluruh masyarakat dan membantu mengurangi angka penyakit yang disebabkan oleh tembakau di seluruh dunia.”
Penelitian yang bertajuk ”Smoking Prevalence and Cigarette Consumption in 187 Countries, 1980-2012” diterbitkan pada 8 Januari di Journal of the American Medical Association dalam edisi khusus yang didedikasikan untuk membahas masalah tembakau.
Secara global, prevalensi merokok berdasarkan usia sudah menunjukkan penurunan sebanyak 42% di kalangan wanita dan 25% di kalangan pria, antara 1980 dan 2012. Empat negara – Kanada, Islandia, Meksiko, dan Norwegia – telah memangkas angka prevalensi di negaranya hingga separuhnya sejak 1980.
Di Indonesia, prevalensi merokok sangat bervariasi antara pria dan wanita. Pada 2012, sebanyak 57% pria Indonesia digolongkan sebagai perokok aktif dan tercatat sebagai kedua tertinggi di dunia. Wanita Indonesia, memerlihatkan prevalensi merokok sebanyak 3,6%. Angka yang sangat kecil dibandingkan para pria perokok. Sementara China, Taiwan, Vietnam, dan negara-negara lain di Asia Timur dan Asia Tenggara memperlihatkan kecenderungan yang sama, antara kebiasaan merokok antara pria dan wanita.
Secara global, meskipun prevalensi memerlihatkan penurunan, pertumbuhan
populasi yang substansial di seluruh dunia antara 1980 dan 2012
menyumbang sebesar 41% pada jumlah pria perokok harian dan 7% pada
jumlah wanita perokok.
Lebih dari 50% pria di beberapa negara, termasuk Indonesia, Rusia, Armenia, dan Timor Leste merokok setiap hari. Prevalensi merokok pada wanita di atas 25% di Austria, Cili, Prancis dan Yunani. Angka pria perokok terendah terdapat di Antigua dan Barbuda, Sao Tome dan Principe, serta Nigeria. Sedangkan pada wanita di Eritrea, Kamerun, dan Maroko tercatat rendah.
Perbedaaan-perbedaan tersebut terus terjadi, meskipun berbagai upaya untuk pengawasan tembakau dijalankan secara ketat di seluruh dunia. Lima tahun lalu, laporan pertama yang dikeluarkan oleh US Surgeon General mengenai dampak dari merokok menghasilkan riset yang memberikan terobosan baru dalam hal tembakau dan investasi oleh pemerintah dan berbagai organisasi nirlaba untuk mengurangi prevalensi tembakau dan konsumsi rokok. Pada 2003, Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) diadopsi oleh World Health Assembly, serta sudah diratifikasi di 177 negara.
“Walaupun banyak kemajuan pesat dalam hal pengawasan tembakau, masih banyak yang harus dilakukan,” kata Direktur IHME, Dr. Christoper Murray, seperti tertulis dalam rilis yang diterima redaksi Okezone, baru-baru ini.
"Kami memiliki berbagai piranti hukum untuk mendukung pengawasan tembakau, kami perlu berbagai cara untuk mempercepat langkah kami. Dan kami pun perlu segera mengetahui apa yang menjadi masalah jika ditemukan tidak adanya kemajuan.”
Menurut angka-angka terbaru dari studi Global Burden of Disease (GBD) yang dikoordinasikan bersama IHME, di Indonesia, penggunaan tembakau menyebabkan hampir 200.000 kematian, 9,1% berkurangnya usia, dan 7,2% masalah kesehatan. Estimasi ini tidak termasuk berbagai penyakit sebagai efek dari perokok pasif.
“Pengawasan tembakau, sangatlah penting terutama di negara-negara dimana jumlah perokok mengalami peningkatan,” kata Alan Lopez, Laurate Professor di University of Melbourne.
“Karena kita tahu bahwa separuh dari para perokok akan meninggal dunia disebabkan oleh tembakau, peningkatan jumlah perokok berarti semakin tinggi pula angka kematian dini dalam kehidupan kita.”
Prakiraan IHME tersebut berdasarkan sumber data yang sangat luas, termasuk survei di setiap negara, statistik pemerintah, serta data dari World Health Organization. Prakiraan yang sering ada sebelumnya, umumnya berdasarkan sejumlah data saja.
Ada tiga fase dalam kemajuan yang ditunjukkan secara global dalam hal mengurangi prevalensi merokok berdasarkan usia, kemajuan yang paling modest terjadi dari 1980 hingga 1996, diikuti oleh satu dekade kemajuan global yang sangat cepat, kemudian pengurangan yang semakin lambat prosesnya dari 2006 hingga 2012. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah perokok sejak 2006 di beberapa negara, termasuk Banglades, China, Indonesia, dan Rusia.
“Perubahan dalam prevalensi tembakau biasanya berlangsung lambat, memperjelas bahwa hal ini merupakan kebiasaan yang sulit ditinggalkan,” tambah Emmanuela Gakidou, Professor of Global Health and Director of Education and Training in IHME. “Tapi kami tahu dari tren global yang terjadi bahwa kemajuan pesat pun bisa saja terjadi. Jika banyak negara dapat mengulangi kesuksesan yang terjadi di Norwegia, Meksiko dan Amerika Serikat, kita semua dapat menyaksikan berkurangnya penyakit akibat merokok.”
Bagaimana prevalensi merokok antara pria perokok dan wanita perokok di Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara Asia dan Asia Tenggara di 2012?
Angka tertinggi untuk pria perokok ada di Timor Leste di mana menempat 61 persen dan disusul 57 persen untuk Indonesia, Laos sebanyak 51,3 persen, China 45,1 persen, Kamboja 42,1 persen, Vietnam 40,9 persen, Filipina 39,8 persen, Malaysia 37,9 persen, Thailand 37,2 persen, dan Myanmar 30,6 persen.
Sementara untuk perokok wanita ditempati Laos 11,4 persen, Filipina 8,1 persen, Myanmar 6,6 persen, Timor Leste 4,3 persen, Kamboja 4 persen, Indonesia 3,6 persen, Thailand 2,2 persen, China 2,1 persen, Vietnam 1,5 persen, dan Malaysia 1,3 persen.
“Secara global, telah terjadi kemajuan yang signifikan dalam melawan angka kematian disebabkan oleh tembakau,” ungkap Matthew L. Myers, President of The Campaign for Tobacco-Free Kids.
“Angka-angka tersebut memerlihatkan di mana negara-negara mengambil langkah nyata, penggunaan tembakau dapat berkurang secara dramatis, di sisi lain betapa mengerikannya konsekuensi dapat dirasakan jika negara-negara tidak secara penuh mengadopsi dan mengimplementasikan pengawasan penggunaan tembakau secara efektif," katanya. (ind)
Jumlah anak merokok mulai meningkat mulai 2001. Tahun ini diperkirakan ada kenainkan hingga 38 persen dari jumlah anak yang merokok di Indonesia. Sementara untuk Jakarta, tingkatnya diperkirakan mencapai 80 persen.
Karena itu Komnas PA meminta pemerintah mengubah draf rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang tembakau yang justru mengkriminalisasi anak. Ada pasal dalam aturan itu yang harusnya memberi kepastian hukum untuk melindungi anak dan remaja dari dampak tembakau.
Ketua Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan, dalam pada Pasal 45 dalam RPP disebutkan setiap anak di bawah usia 18 tahun dilarang membeli atau mengkonsumsi produk tembakau. "Pasal ini, tidak sejalan dengan prinsip perlindungan anak dengan memposisikan anak sebagai obyek yang akan dikriminalisasi," kata Arist di Kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Arist menambahkan, kewajiban negara memberikan perlindungan kepada anak dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembangnya sehingga terlindungi menjadi perokok pemula.
Jadi, lanjutnya, bukan melarang anak membeli dan mengkonsumsi rokok, tapi harusnya melarang industri rokok untuk menawarkan produknya. "Dengan melarang iklan, promosi dan sponsor rokok," katanya.
Sementara itu juga, dengan maraknya iklan rokok yang tersebar luas dimanapun, dia tidak yakin jika konsumsi rokok pada anak dan remaja berkurang. Sebab iklan tersebut mendorong anak perokok untuk terus merokok dan yang tadi sudah berhenti menjadi tergoda kembali.
Karena itu, harus dikritisi RPP tembakau tersebut. Apakah bertujuan untuk melindungi anak dan remaja dari bahaya zat adiktif atau malah mengorbankan anak dengan menempatkan sebagian kelompok yang dipersalah. "Nampaknya negara ini tidak berupaya untuk mencegah anak menjadi perokok," ujarnya. (adi)
http://www.kaskus.co.id/thread/533aaea9a3cb1762588b4960/mengapa-jualan-rokok-di-indonesia-selalu-laris/ | digali.blogspot.com
Lebih dari 50% pria di beberapa negara, termasuk Indonesia, Rusia, Armenia, dan Timor Leste merokok setiap hari. Prevalensi merokok pada wanita di atas 25% di Austria, Cili, Prancis dan Yunani. Angka pria perokok terendah terdapat di Antigua dan Barbuda, Sao Tome dan Principe, serta Nigeria. Sedangkan pada wanita di Eritrea, Kamerun, dan Maroko tercatat rendah.
Perbedaaan-perbedaan tersebut terus terjadi, meskipun berbagai upaya untuk pengawasan tembakau dijalankan secara ketat di seluruh dunia. Lima tahun lalu, laporan pertama yang dikeluarkan oleh US Surgeon General mengenai dampak dari merokok menghasilkan riset yang memberikan terobosan baru dalam hal tembakau dan investasi oleh pemerintah dan berbagai organisasi nirlaba untuk mengurangi prevalensi tembakau dan konsumsi rokok. Pada 2003, Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) diadopsi oleh World Health Assembly, serta sudah diratifikasi di 177 negara.
“Walaupun banyak kemajuan pesat dalam hal pengawasan tembakau, masih banyak yang harus dilakukan,” kata Direktur IHME, Dr. Christoper Murray, seperti tertulis dalam rilis yang diterima redaksi Okezone, baru-baru ini.
"Kami memiliki berbagai piranti hukum untuk mendukung pengawasan tembakau, kami perlu berbagai cara untuk mempercepat langkah kami. Dan kami pun perlu segera mengetahui apa yang menjadi masalah jika ditemukan tidak adanya kemajuan.”
Menurut angka-angka terbaru dari studi Global Burden of Disease (GBD) yang dikoordinasikan bersama IHME, di Indonesia, penggunaan tembakau menyebabkan hampir 200.000 kematian, 9,1% berkurangnya usia, dan 7,2% masalah kesehatan. Estimasi ini tidak termasuk berbagai penyakit sebagai efek dari perokok pasif.
“Pengawasan tembakau, sangatlah penting terutama di negara-negara dimana jumlah perokok mengalami peningkatan,” kata Alan Lopez, Laurate Professor di University of Melbourne.
“Karena kita tahu bahwa separuh dari para perokok akan meninggal dunia disebabkan oleh tembakau, peningkatan jumlah perokok berarti semakin tinggi pula angka kematian dini dalam kehidupan kita.”
Prakiraan IHME tersebut berdasarkan sumber data yang sangat luas, termasuk survei di setiap negara, statistik pemerintah, serta data dari World Health Organization. Prakiraan yang sering ada sebelumnya, umumnya berdasarkan sejumlah data saja.
Ada tiga fase dalam kemajuan yang ditunjukkan secara global dalam hal mengurangi prevalensi merokok berdasarkan usia, kemajuan yang paling modest terjadi dari 1980 hingga 1996, diikuti oleh satu dekade kemajuan global yang sangat cepat, kemudian pengurangan yang semakin lambat prosesnya dari 2006 hingga 2012. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah perokok sejak 2006 di beberapa negara, termasuk Banglades, China, Indonesia, dan Rusia.
“Perubahan dalam prevalensi tembakau biasanya berlangsung lambat, memperjelas bahwa hal ini merupakan kebiasaan yang sulit ditinggalkan,” tambah Emmanuela Gakidou, Professor of Global Health and Director of Education and Training in IHME. “Tapi kami tahu dari tren global yang terjadi bahwa kemajuan pesat pun bisa saja terjadi. Jika banyak negara dapat mengulangi kesuksesan yang terjadi di Norwegia, Meksiko dan Amerika Serikat, kita semua dapat menyaksikan berkurangnya penyakit akibat merokok.”
Bagaimana prevalensi merokok antara pria perokok dan wanita perokok di Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara Asia dan Asia Tenggara di 2012?
Angka tertinggi untuk pria perokok ada di Timor Leste di mana menempat 61 persen dan disusul 57 persen untuk Indonesia, Laos sebanyak 51,3 persen, China 45,1 persen, Kamboja 42,1 persen, Vietnam 40,9 persen, Filipina 39,8 persen, Malaysia 37,9 persen, Thailand 37,2 persen, dan Myanmar 30,6 persen.
Sementara untuk perokok wanita ditempati Laos 11,4 persen, Filipina 8,1 persen, Myanmar 6,6 persen, Timor Leste 4,3 persen, Kamboja 4 persen, Indonesia 3,6 persen, Thailand 2,2 persen, China 2,1 persen, Vietnam 1,5 persen, dan Malaysia 1,3 persen.
“Secara global, telah terjadi kemajuan yang signifikan dalam melawan angka kematian disebabkan oleh tembakau,” ungkap Matthew L. Myers, President of The Campaign for Tobacco-Free Kids.
“Angka-angka tersebut memerlihatkan di mana negara-negara mengambil langkah nyata, penggunaan tembakau dapat berkurang secara dramatis, di sisi lain betapa mengerikannya konsekuensi dapat dirasakan jika negara-negara tidak secara penuh mengadopsi dan mengimplementasikan pengawasan penggunaan tembakau secara efektif," katanya. (ind)
Spoiler for Sumur 3:
Jumlah anak merokok mulai meningkat mulai 2001. Tahun ini diperkirakan ada kenainkan hingga 38 persen dari jumlah anak yang merokok di Indonesia. Sementara untuk Jakarta, tingkatnya diperkirakan mencapai 80 persen.
Karena itu Komnas PA meminta pemerintah mengubah draf rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang tembakau yang justru mengkriminalisasi anak. Ada pasal dalam aturan itu yang harusnya memberi kepastian hukum untuk melindungi anak dan remaja dari dampak tembakau.
Ketua Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan, dalam pada Pasal 45 dalam RPP disebutkan setiap anak di bawah usia 18 tahun dilarang membeli atau mengkonsumsi produk tembakau. "Pasal ini, tidak sejalan dengan prinsip perlindungan anak dengan memposisikan anak sebagai obyek yang akan dikriminalisasi," kata Arist di Kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Arist menambahkan, kewajiban negara memberikan perlindungan kepada anak dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembangnya sehingga terlindungi menjadi perokok pemula.
Jadi, lanjutnya, bukan melarang anak membeli dan mengkonsumsi rokok, tapi harusnya melarang industri rokok untuk menawarkan produknya. "Dengan melarang iklan, promosi dan sponsor rokok," katanya.
Sementara itu juga, dengan maraknya iklan rokok yang tersebar luas dimanapun, dia tidak yakin jika konsumsi rokok pada anak dan remaja berkurang. Sebab iklan tersebut mendorong anak perokok untuk terus merokok dan yang tadi sudah berhenti menjadi tergoda kembali.
Karena itu, harus dikritisi RPP tembakau tersebut. Apakah bertujuan untuk melindungi anak dan remaja dari bahaya zat adiktif atau malah mengorbankan anak dengan menempatkan sebagian kelompok yang dipersalah. "Nampaknya negara ini tidak berupaya untuk mencegah anak menjadi perokok," ujarnya. (adi)
http://www.kaskus.co.id/thread/533aaea9a3cb1762588b4960/mengapa-jualan-rokok-di-indonesia-selalu-laris/ | digali.blogspot.com
No comments:
Post a Comment