Siap-siap Disambut Lagu Batak di Papua

icon18_edit_allbkg


Sorong - Walaupun jauh di ujung timur Indonesia, Sorong bisa mengejutkan wisatawan dengan multietniknya. Mulai kuliner, suku bangsa, tempat ibadah, semua berpadu harmonis. Jangan heran ya kalau mendengar lagu Batak di Sorong.

Suara seruling yang menyanyat mengalun pelan dari dalam tape mobil yang membawa kami berkeliling selama di Sorong. Awalnya kami tak begitu memperhatikan musik itu, karena bunyinya sayup-sayup. Tapi begitu suara penyanyi wanita itu terdengar, kami serentak memekik.

"Wah, ini lagu dari Batak," kata salah seorang rekan wartawan dari Jakarta. Benar saja. Isi lagu yang seperti meratap itu adalah permintaan seorang anak perempuan pada ibunya agar berhenti menyesali nasib sang anak yang kurang mujur.

Lagu berjudul 'Inang' itu memang cukup populer, apalagi di Sumatera Utara. Tapi kami tak menyangka justru akan disambut dengan lagu batak saat pertama kali menginjakkan kaki di Tanah Malamoi, Sorong, pekan lalu. "Jauh sekali," pikir kami.

Kami terkekeh. Tapi ingatan saya melayang jauh pada tanah Batak nun jauh dari Provinsi Papua Barat. Lalu mulailah timbul pertanyaan tentang suku-suku yang mendiami Papua, khususnya kota Sorong. Pertanyaan dijawab oleh Andi Na, salah satu pengurus Dinas Pariwisata Kota Sorong, yang juga banyak meneliti sejarah dan budaya kota Sorong.



.com/blogger_img_proxy/
Tari Tor-tor Batak di Festival Sorong

"Sorong itu percampuran multietnik. Hampir semua suku ada di sini. Ada dari Padang, Batak, Palembang, Jawa, Manado, Maluku, Flores, Biak, Chinese dan banyak lagi," kata Andi saat berbincang di sela-sela Festival Nusantara Sorong.

Ucapan Andi terbukti. Ada berbagai suku bangsa yang merupakan bagian dari sekitar 190 ribu jiwa penduduk yang mendiami Sorong. Selain dari lagu, keberadaan suku lain juga terlihat dari rumah-rumah makan. Di Sorong cukup mudah menemukan rumah makan Batak maupun rumah makan Padang serta wilayah Indonesia bagian barat lainnya.

Seperti misalnya di kawasan pantai Tembok Berlin, yang merupakan area nongkrong kawula muda Sorong, berjejer warung makan dengan nama tempat di Jawa. Sebut saja, Malioboro, Yogyakarta yang dimiliki para pendatang dari wilayah Yogya.

Sementara keberadaan etnis Tionghoa juga mudah dilihat secara kasat mata di berbagai tempat. Umumnya suku-suku tersebut membaur dengan warga lokal dan menyerap dialek Papua.

Rumah-rumah ibadah seperti gereja, masjid dan vihara pun mudah ditemukan di kota seluas 1.105 kilometer persegi ini. Tak jarang rumah ibadah itu berdiri berdekatan. Sekolah-sekolah Islam juga banyak berdiri. Sorong betul-betul menjaga slogan kotanya yang 'Setara, Bersahabat dan Dinamis'.

Festival Nusantara Sorong Raya 2013 juga mencerminkan keberagaman tersebut. Kelompok ibu-ibu menyajikan tarian kreasi yang mengkombinasikan berbagai jenis tari dari Papua, Batak, Jawa dan Bali, lengkap dengan pakaian daerah. Sangat menarik.

Nasionalisme yang sangat kental terjalin di antara sesama pada ratusan suku-suku kecil di Papua itu terbukti dalam festival pariwisata tahunan tersebut. Ke depan, pemerintah berencana mengemas budaya suku-suku di Sorong dalam festival yang lebih besar dan menarik.

Walau sangat majemuk, Andi mengatakan warga Sorong jarang terlibat konflik SARA. Justru mereka saling menjaga toleransi dan sangat ramah pada wisatawan. Jadi, siapkan jadwal Anda untuk menyaksikan indahnya keberagaman budaya di antara sesama suku, ras dan agama di Sorong.







sumber | wowunic.blogspot.com | http://travel.detik.com/read/2013/10/08/101623/2380960/1519/siap-siap-disambut-lagu-batak-di-papua?v9922021381




backtotop